Sukses

UU HPP Disusun Demi Keadilan, Ini Buktinya

Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 7 Oktober 2021 telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Liputan6.com, Jakarta Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 7 Oktober 2021 telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang telah digulirkan sejak tahun 1980-an.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan hampir semua negara maju, perpajakan menjadi penopang pendapatan negara. Oleh karena itu penting untuk melakukan reformasi perpajakan termasuk di Indonesia.

“Keberhasilan reformasi perpajakan menjadi faktor dibalik tingginya angka rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) di negara-negara maju tersebut,” kata Febrio, dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).

Sebagai ilustrasi, rata-rata tax ratio di negara-negara OECD berdasarkan data World Development Indicators Bank Dunia tahun 2019 mencapai 15,87 persen PDB.

“Oleh sebab itu, reformasi perpajakan dalam UU HPP memperhatikan praktik-praktik administrasi dan kebijakan terbaik (best practices) yang berhasil di dunia, disamping mengikuti dinamika bisnis terkini,” ujarnya.

Adapun basis dari reformasi perpajakan yang ideal yang dilakukan melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan.

Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan keberpihakan dalam UU HPP tercermin pada, pertama, dukungan penguatan UMKM dengan memberikan batasan peredaran bruto usaha tidak kena pajak sebesar Rp500 juta dan tetap mempertahankan diskon PPh 50 persen.

Kedua, perbaikan progresivitas PPh Orang Pribadi (OP) dengan melebarkan rentang penghasilan kena pajak s.d. Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5 persen dari yang sebelumnya hanya s.d. Rp50 juta, dan menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun.

Ketiga, perluasan basis pajak dengan menerapkan pajak atas natura (fringe benefit), serta Keempat,   mempertahankan tarif PPh badan mulai Tahun Pajak 2022 sebesar 22 persen.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Contoh

Dia mencontohkan, perhitungan PPh untuk lapisan tarif terendah WP OP yang berstatus lajang/tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga dengan penghasilan s.d. Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta setahun hanya akan membayar PPh Rp300 ribu setahun, atau hanya 0,5 persen dari total penghasilannya dalam setahun.

Sementara itu, keadilan dan keberpihakan pada sisi PPN dilakukan dengan tetap melindungi masyarakat kecil melalui fasilitas pembebasan PPN terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.

“Masyarakat tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial,” ujarnya.

Demikian keberpihakan ini konsisten dengan sisi belanja, dimana belanja Pendidikan di APBN 2022 mencapai Rp542,8 triliun, kesehatan Rp256 triliun, dan perlindungan sosial mencapai Rp 429,9 triliun.