Liputan6.com, Jakarta Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Ir. Medrilzam membeberkan temuan WMO (World Meteorological Organization) mengenai potensi kerugian sebuah negara terhadap dampak perubahan iklim. Termasuk Indonesia.
Medrilzam juga memaparkan bahwa kerugian ekonomi terbesar akibat dampak perubahan iklim di Indonesia sebagian besar terlihat di kawasan pesisir dan laut pada periode 2020-2024. Kerugian itu, tercatat sebesar Rp 408 triliun.
Baca Juga
Adapun potensi kerugian lainnya di Indonesia pada 2020-2024 akibat perubahan iklim yaitu: kecelakaan kapal dan genangan pantai, penurunan ketersediaan air, penurunan produksi beras, dan peningkatan kasus demam berdarah.
Advertisement
"Dalam RPJMN 2020-2024, dengan berbagai intervensi kebijakan 4 sektor prioritas (perairan, perikanan laut, kesehatan dan pertanian) diperkirakan kita (Indonesia) mampu menghindari potensi kerugian ekonomi hampir sekitar Rp 282 triliun hingga tahun 2024," kata Medrilzam dalam acara Ketahanan Iklim: Mengurangi Kerugian Ekonomi Akibat Dampak Iklim, Senin (11/10/2021).
Sementara itu, menengok ke belakang, akibat perubahan iklim, dalam kurun waktu 1970-2019, terdapat 22.326 bencana secara global dengan 4,6 juta kematian dan kerugian ekonomi sebesar USD 4,92 triliun.
Â
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Wilayah Asia
Sementara di Asia, kejadian bencana juga meningkat terutama bencana hidrometeorologi.
"Nilai kerugian ekonomi akibat bencana hidrometeorologi dalam kurun waktu 2010-2019 di Asia mencapai USD 465 miliar," demikian paparan MedrilzamÂ
Medrilzam menyebut, kejadian bencana yang meningkat di Asia juga termasuk di Indonesia.
'Kami dari Bappenas sudah mencoba menghitung hingga tahun 2024 seberapa besar potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh dampak perubahan ikim," jelasnya.
Secara akumulasi, berdasarkan kajian Bappenas, Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga Rp 554 triliun selama 2020-2024 akibat dampak perubahan iklim, jika tidak ada intervensi kebijakan (business as usual), demikian paparan Medrilzam.
Advertisement