Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut momentum krisis mendorong Pemerintah untuk melangsungkan reformasi struktural, untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
“Reformasi struktural dilaksanakan untuk memberi nilai tambah bagi Indonesia yang berbasis sumber daya alam,” kata Menkeu dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Rabu (13/10/2021).
Baca Juga
Pergerakan Independen Alex Kuple dalam Bermusik, Ogah Bergantung pada Major Label Berkat Kedekatan dengan Musisi Indie
Mendagri Tito Karnavian Beberkan Alasan Yogyakarta Tetap Naik Pertumbuhan Ekonomi saat Pandemi Covid-19
Pandemi Adalah Wabah Global, Pahami Ciri-Ciri, Cara Menghadapi, serta Bedanya dengan Endemi dan Epidemi
Menkeu menjelaskan, salah satu bagian penting dari reformasi struktural adalah reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disepakati bersama DPR pada 7 Oktober 2021.
Advertisement
Reformasi ini dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, memberikan kepastian hukum, serta efisien dari segi biaya kepatuhan maupun administrasi.
“Salah satu aspek yang menjadi terobosan baru dalam UU HPP ini dan mendapatkan perhatian internasional adalah pengenaan Pajak Karbon,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penerapan Pajak Karbon
Lebih lanjut Menkeu menegaskan bahwa penerapan pajak karbon merupakan bukti bahwa Indonesia sudah ambil bagian dalam upaya pengendalian perubahan iklim, dan seyogyanya negara lain juga mengambil bagiannya.
“Pengenalan pajak karbon terkait dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri (business as usual/BAU) atau hingga 41 persen dengan bantuan internasional dalam Paris Agreement,” jelasnya.
Disisi lain, Pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya lainnya termasuk penandaan anggaran iklim (climate budget tagging) dalam APBN. Namun, alokasi anggaran pemerintah hanya mampu membiayai 21,3 persen dari total anggaran yang dibutuhkan, sehingga Indonesia masih membutuhkan kerjasama dari internasional dan swasta.
Advertisement