Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 3,2 persen di 2021. Sementara pada 2022 prediksinya ekonomi Indonesia tumbuh 5,9 persen.
Pada Juli, IMF masih memprediksi PDB Indonesia 2021 berkisar 3,9 persen (yoy) dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,3 persen.
Baca Juga
Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia ini terungkap dari laporan IMF bertajuk World Economic Outlook edisi Oktober 2021, seperti melansir laman IMF, Rabu (13/10/2021).
Advertisement
Penyebaran varian Delta menjadi faktor utama dari revisi turun pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia.
Tak hanya Indonesia, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN mencapai 2,9 persen (turun 1,4 percentage point/pp).
Seperti Malaysia menjadi 3,5 persen di 2021 dan 6 persen di 2022. Kemudian Filipina sebesar 3,2 persen di 2021 dan 6,3 persen di 2022.
Thailand bahkan ekonominya diprediksi hanya tumbuh 1 persen di 2021 dan 4,5 persen di 2022. Kemudian Vietnam 3,8 persen di 2021 dan 6,6 persen di 2022.
Selain ASEAN, bahkan IMF menurunkan proyeksi ekonomi 2 negara dengan perekonomian terbesar dunia, yakni Amerika Serikat dan Tiongkok.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi keduanya masing-masing tumbuh 6,0 persen dan 8,0 persen di 2021.Â
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Â
Pertumbuhan Ekonomi Global
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa pemulihan ekonomi melemah di sebagian besar negara maju karena dampak penyebaran COVID-19 varian Delta, juga gangguan rantai pasokan yang meluas yang berisiko menjadi hambatan bagi ekonomi dunia.
IMF juga mengatakan kepada BBC bahwa inflasi akan tetap tinggi untuk beberapa bulan ke depan di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat. Bank Sentral di negara-negara maju juga diperingatkan perlu waspada.
Dalam laporan World Economic Outlook terbarunya, IMF mengatakan momentum pemulihan ekonomi telah melemah ketika COVID-19 varian Delta yang sangat menular menghentikan kembalinya aktivitas normal.
Kepala ekonom IMF, Gita Gopinath menyebut salah satu masalah terbesar adalah inflasi yang tinggi, terutama di Inggris dan AS yang masing-masing mencapai 3,2 persen dan 5,3 persen.
Masalah tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan, tetapi juga dalam kasus harga gas yang melonjak di Inggris.
Dikatakannya juga bahwa inflasi kemungkinan akan stabil di sebagian besar negara pada pertengahan 2022, meskipun akan memakan waktu hingga 2023 di Inggris.
"Namun, bank sentral benar-benar harus waspada tentang apa yang terjadi," kata Golpinath, demikian dikutip dari BBC, Rabu (13/10/2021).
Â
Advertisement