Sukses

Studi: Wanita Dibayar Lebih Murah dari Pria saat Sudah Berkeluarga

Studi temukan bahwa perempuan dalam rumah tangga mengalami ketidaksetaraan gender

Liputan6.com, Jakarta Survei global menemukan bahwa wanita yang sudah berkeluarga mendapat upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Penemuan tersebut melibatkan 45 negara selama empat dekade dari 1973 hingga 2016.

Mengusung topik mengenai ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga, para peneliti seperti profesor Hema Swaminathan dan Profesor Deepak Malghan dari Pusat Kebijakan Publik, Institut Manajemen India di Bangalore menggunakan 2,85 juta data rumah tangga.

Melansir laman BBC, Jumat (14/10/2021), responden yang terlibat merupakan pasangan heteroseksual dengan rentang usia 18 hingga 16 tahun. Keseluruhan data dikumpulkan oleh sebuah organisasi nirlaba, yaitu Luxembourg Income Study (LIS).

“Perkiraan kemiskinan konvensional melihat rumah tangga sebagai satu kesatuan. Asumsi umum adalah bahwa dalam sebuah rumah tangga, pendapatan dikumpulkan dan dialokasikan secara merata,” jelas Swaminathan.

Namun, terlepas ketidaksetaraan gender yang marak diperbincangkan publik, masalah tersebut justru ditemukan paling besar di dalam sebuah keluarga, rumah tangga. Faktor tersebut yang mendorong dan menjadi latar belakang para peneliti untuk berfokus pada topik ini.

Hasil laporan yang tertulis menggambarkan rumah tangga seperti kotak hitam karena tidak ada yang pernah bisa menelusuri kejadian yang terjadi di dalamnya. “Apakah gambarannya akan berubah jika kita melihat ke dalam?” papar Swaminathan.

Setelah diketahui adanya ketidaksetaraan gender dalam aspek upah dan angkatan kerja di India, sebagian besar wanita yang masih termasuk kategori angkatan kerja justru tidak bekerja penuh waktu.

Para peneliti menilai dari gambaran tersebut dengan mengambil contoh dari negara-negara Nordik⎼negara yang dinilai sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender.

Meskipun kesetaraan gender sangat tinggi di sana, masih belum diketahui bagaimana kekayaan rumah tangga yang ada, atau alur dari distribusi pekerjaan dalam keluarga.

 

 

2 dari 3 halaman

Ketidaksetaraan dalam Rumah Tangga

Menurut hasil yang sudah ditemukan, ketidaksetaraan gender dalam hal upah rumah tangga tetap ada di seluruh keluarga, dari waktu ke waktu, dan dari rumah tangga yang kaya hingga miskin. 

Penemuan ini dilakukan dengan memberi skor di tiap negara berdasarkan ketidaksetaraan keseluruhan dan ketidaksetaraan dalam rumah tangga. Bahkan di negara-negara Nordik ditemukan ketidaksetaraan upah secara gender masih sekitar 50 persen.

“Gelombang data terbaru menunjukkan bahwa ketika ketua pasangan itu bekerja, tidak ada satu negara pun bahkan di negara terkaya sekalipun ada yang istri mendapatkan upah lebih banyak dari suami mereka,” tambah Malghan.

Alasan yang melatarbelakangi wanita berpenghasilan rendah bersifat universal. Laki-laki secara budaya dipandang sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan dianggap sebagai ibu rumah yang, hanya mengurusi anak dan masalah rumah.

Tidak sedikit wanita mengambil cuti atau meninggalkan pekerjaan setelah melahirkan karena harus berfokus pada anak.

Melalui kesenjangan upah gender dan upah tidak setara⎼upah perempuan lebih rendah dibanding laki-laki untuk pekerjaan yang sama⎼tetap dirasakan di seluruh belahan dunia.

Menurut laporan dari Organisasi Buruh Internasional pada 2018, tercatat wanita secara global melakukan 76,2 persen dari total jam pekerjaan yang tidak dibayar, lebih dari tiga kali lipas pria. Sementara itu, wilayah Asia dan Pasifik meningkat menjadi 80 persen.

Laporan tersebut memaparkan bahwa pekerjaan perawatan yang tidak dibayar menjadi penghalang utama untuk mencegah perempuan masuk, bertahan, dan berkembang dalam angkatan kerja.

Pendapatan perempuan yang lebih rendah dapat memiliki konsekuensi di luar aspek ekonomi sehingga memengaruhi dinamika gender dalam rumah tangga dan menempatkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan.

“Kontribusi istri sebagai ibu rumah tangga tidak terlihat, sedangkan uang tunai dapat dilihat. Jadi seorang istri yang mendapat upah, membawa yang ke dalam keluarga untuk menikmati sesuatu dapat meningkatkan haknya dan memberi andil dalam keluarga,” tegas Swaminathan.

Peningkatan dari jumlah penghasilan dalam sebuah keluarga memperkuat argumen negosiasi antara kedua pihak sehingga memberinya alat tawar menawar hingga bisa membantu para wanita untuk keluar dari situasi yang buruk dengan memberinya banyak opsi alternatif.

Perbedaan ini juga berdampak pada keamanan finansial jangka panjang karena perempuan saat ini memiliki tabungan dan akumulasi kekayaan yang lebih rendah dan semakin menurun seiring bertambahnya usia.

 

 

3 dari 3 halaman

Dukungan Pemerintah dan Perusahaan

Terlepas dari semua dampak buruk yang sudah dipaparkan, ada satu dampak positif yang bisa diberikan kepada para wanita melalui situasi ini yaitu ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga sudah menurun selama empat dekade sebesar 20 persen.

“Di sebagian besar belahan dunia, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi telah terjadi dan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja mulai meningkat. Kebijakan yang lebih ramah perempuan telah mempersempit kesenjangan,” jelas Swaminathan.

Peningkatan ini sejalan dengan gerakan upah yang sama antara perempuan dan laki-laki pada bidang pekerjaan yang sama. Faktor pemicu ini menyebabkan penyusutan dari kesenjangan gender dalam dunia pekerjaan.

Hanya saja, meskipun telah terjadi penurunan level, masih ada kesenjangan yang terjadi secara signifikan dan perlu ditindak lanjuti. Terkadang perusahaan dan negara tidak terlalu mendukung sudut pandang perempuan.

Perusahaan tidak merekrut cukup perempuan karena banyak dari mereka yang harus melakukan pekerjaan rumah, seperti mengambil cuti usai melahirkan, mengurus rumah tangga, dan sebagainya.

“Apakah pekerjaan perempuan diakui? Apakah ada kebijakan yang ramah keluarga dan ramah anak? Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Tidak harus seperti ini,” tutup Swaminathan.

Reporter: Caroline Saskia