Sukses

Krisis Utang Evergrande di Tengah Kosongnya Puluhan Juta Properti di China

Krisis utang besar yang dihadapi perusahaan properti Evergrande menyoroti kosongnya jutaan rumah di China.

Liputan6.com, Jakarta - Selama berminggu-minggu, perusahaan real estat China, Evergrande telah menjadi berita utama karena investor menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi pada tumpukan utang yang sangat besar.

Para analis menyoroti pasar properti China mendingin setelah bertahun-tahun kelebihan pasokan.

"Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah gagal mengelola bisnisnya dengan baik dan beroperasi sesuai dengan perubahan pasar," kata Zou Lan, direktur departemen pasar keuangan di bank sentral China, dikutip dari CNN, Senin (18/10/2021).

"Sebaliknya, mereka melakukan diversifikasi dan perluasan secara membabi buta, mengakibatkan penurunan serius pada indikator operasi dan keuangannya, yang pada akhirnya menyebabkan risiko," sebutnya.

Namun tanda-tanda peringatan telah terlihat selama beberapa waktu. Sebelum Evergrande kolaps, puluhan juta apartemen ditemukan masih kosong di banyak wilayah di China.

Mark Williams, kepala ekonom Asia di Capital Economics, memperkirakan bahwa China masih memiliki sekitar 30 juta properti yang belum terjual, yang dapat menampung 80 juta orang - jumlah yang hampir sama dengan seluruh penduduk Jerman.

Selain itu, sekitar 100 juta properti di China kemungkinan telah dibeli tetapi tidak ditempati, yang dapat menampung sekitar 260 juta orang, menurut perkiraan Capital Economics.

Properti-properti tersebut telah menarik perhatian selama bertahun-tahun, dan bahkan dijuluki "kota hantu" di China.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

12 Perusahaan Real Estate di China Gagal Bayar Obligasi

Real estate dan sektor terkait memiliki peran besar dalam ekonomi China, terhitung sebanyak 30 persen dari PDB.

Proporsi output ekonomi yang terkait dengan konstruksi dan kegiatan yang berdekatan "jauh lebih tinggi daripada ekonomi utama lainnya" diChina, menurut Mark Williams.

Selama beberapa dekade, sektor itu juga membantu China mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cepat.

Namun sekarang, dengan utangnya yang begitu besar, Evergrande telah menjadi salah satu contoh kasus dari pertumbuhan yang tidak berkelanjutan, dengan kewajiban membayar tagihan senilai lebih dari USD 300 miliar.

Namun, "Evergrande bukan satu-satunya yang berjuang" ungkap Christina Zhu, seorang ekonom di Moody's Analytics.

Selama beberapa hari terakhir, banyak pengembang lain yang mengungkapkan mengalami masalah keuangan. Ada juga yang meminta pemberi pinjaman lebih banyak waktu untuk melunasinya atau memperingatkan potensi gagal bayar utang.

Dalam laporan baru-baru ini, Zhu menulis bahwa 12 perusahaan real estate di China gagal membayar obligasi dengan total sekitar hampir USD 3 miliar pada paruh pertama tahun ini.

"Ini menyumbang hampir 20 persen dari total gagal bayar obligasi korporasi dalam enam bulan pertama tahun ini, dan tertinggi di semua sektor di China, tambahnya.

3 dari 3 halaman

Penjualan Properti di China Mengalami Penurunan

Pandemi COVID-19 membuat aktivitas di hampir semua negara terhenti sementara.

Tetapi perusahaan konstruksi kemudian kembali aktif ketika China memulai new normal, dan pasar properti negara itu menikmati kemajuan singkat.

Namun, sejak itu, pasar kembali tersendat. Dan tidak ada tanda-tanda bantuan.

"Selama beberapa bulan terakhir, pertumbuhan harga, perumahan (konstruksi) dan penjualan telah sangat berkurang," ungkap Zhu.

Pada bulan Agustus 2021, penjualan properti di China, yang diukur dengan luas lantai yang terjual, turun 18 persen dibandingkan dengan waktu yang sama tahun sebelumnya, tambah Zhu.

Pada bulan yang sama, harga rumah baru naik tipis 3,5 persen "dari tahun sebelumnya, menandai pertumbuhan terkecil sejak pasar properti pulih dari dampak pandemi pada Juni 2020.

"Permintaan properti residensial di China memasuki era penurunan berkelanjutan," tulis Williams dalam sebuah catatan penelitian.

Williams menyebut hal ini sebagai "akar masalah Evergrande — dan masalah pengembang lain di China yang sangat berpengaruh."

Mayoritas properti baru di China - sekitar 90 persen - dijual sebelum selesai dibangun, yang berarti bahwa setiap kemunduran bagi pembangun rumah dapat secara langsung berdampak pada pembeli, menurut para ekonom.

"(Ini) memberi otoritas insentif yang kuat untuk memastikan bahwa proyek yang sedang berlangsung terus berlanjut karena pengembang yang gagal direstrukturisasi," kata Williams.

Menurut analisis terbaru dari Bank of America, Evergrande telah menjual 200.000 unit rumah yang belum diserahterimakan kepada pembeli - menambahkan kekhawatiran bahwa pembeli rumah akan berisiko tak mendapatkan apa yang sudah mereka bayar dari pengembang terbesar kedua di negara itu.