Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) tidak bisa menyelesaikan kasus kejahatan mafia tanah sendiri. Perlu adanya kerja sama antar stakeholder untuk memerangi mafia tanah.
"Pak menteri sudah mulai mengidentifikasi bahwa kasus kejahatan pertanahan ini tidak bisa kita selesaikan secara sendiri," kata Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Hary Sudwijanto, dalam Prescon Terkait Mafia Tanah, Senin (18/10/2021).
Upaya pemberantasan mafia tanah belum bisa dilakukan hanya dengan menggandeng pihak kepolisian. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu BPN dan Kepolisian RI bekerja sama memerangi mafia tanah dengan membentuk Satgas Mafia Tanah.
Advertisement
"Tim ini sudah berhasil melaksanakan penindakan beberapa kasus yang terjadi. Namun kegiatan ini tidak bisa kita selesaikan hanya kerjasama antara kepolisian dan BPN saja," kata dia.
Pihaknya memandang butuh kerja sama dengan menggandeng aparat penegak hukum lain, termasuk Kejaksaan dan Pengadilan. Itu kita lakukan karena banyak sekali modus operandi biasa dilakukan oleh mafia tanah. Mulai dari pemalsuan menduduki lahan tanpa hak, mencari legalitas di pengadilan, dan kasus-kasus lainnya.
"Dalam pelaksanaannya BPN tidak punya kewenangan untuk uji material dan melakukan penindakan atas perbuatan mafia tanah," jelas dia.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Banyak yang Terlibat
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil tidak menutup mata banyak anak buahnya terlibat dalam aksi mafia tanah. Para pegawai nakal ini bahkan menjadi bagian dari aksi para mafia menyerobot tiap lahan warga.
"Jadi (anggota) BPN juga kalau orang mengatakan bagian dari mafia tanah, saya akui betul," ucap Sofyan pada Kamis 7 Oktober 2021.
Sebenarnya jumlah mafia tanah tidak terlalu banyak. Menurut Sofyan, justru kelompok ini semakin berbahaya karena membuat jaringan di berbagai lembaga. Termasuk di kantornya.
Perang melawan mafia tanah tidak pernah usai. Menteri Sofyan menegaskan terus memerangi masalah ini. Adapun korban mafia tanah bukan hanya masyarakat. Negara juga kerap merasakan dampaknya. Seperti kasus Pertamina yang berada di Pulomas, Rawamangun.
"Menang (Pertamina) dan yang menggugat diputuskan membayar 240 miliar sekian. Tiba-tiba pengadilan mendebet uang Pertamina, setelah itu hilang begitu saja, tidak tahu ke mana," ungkap dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement