Sukses

Evaluasi 2 Tahun Jokowi - Ma'ruf Amin, Penyaluran Bansos Jadi Sorotan

Ekonom menilai kinerja dua tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin masih ada beberapa tantangan dan kekurangan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kinerja dua tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin masih ada beberapa tantangan dan kekurangan. Misalnya, salah satunya terkait dengan besaran bantuan sosial (bansos) yang disalurkan.

Atau dalam hal ini, ia menuturkan terkait dengan kecepatan pemerintah dalam merespons penyaluran pertumbuhan ekonomi nasional dan stimulus pertumbuhan ekonomi yang porsinya dinilai Bhima masih minim.

“Beberapa negara di asean, seperti Malaysia dan Singapura bisa menyediakan sampai 10 persen porsi stimulus daripada PDB-nya. Sementara Indonesia ada di kisaran 4-5 persen dari PDB, ini berkaitan dengan ruang fiskal di Indonesia yang terbatas dan efek dari penerimaan perpajakan yang cukup rendah hanya 8,3 persen pada 2020, itu membuat kapasitas buat stimulus tak optimal,” tutur Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (21/10/2021).

Adanya penyesuaian program juga jadi sorotan Bhima, ditengah perjalanan, pemerintah perlu mengganti skema penyaluran bansos yang tadinya berupa paket sembako menjadi uang tunai. Hal ini bisa jadi angin segar, pasalnya penyaluran bisa lebih terawasi.

Namun, pada penyaluran dengan metode sebelumnya, ia mengkritisi hal ini juga masih banyak data yang belum terverifikasi dan salah sasaran. Ia menuding akarnya dari integrasi aturan dari Kementerian yang membuat bingung pejabat pelaksanaanya atau pemerintah daerah yang dekat dengan target penyaluran bansos.

Sementara itu, di sisi lain, dengan beberapa langkah sigap pemerintah, terkait vaksinasi, hal itu bisa mendorong peningkatan ekonomi. Contohnya komoditas ekspor dengan meningkatnya permintaan global terharap sumber daya yang ada di Indonesia.

“Kita lihat di kuartal III dan kuartal IV awal itu mulai ada perbaikan khususnya percepatan vaksinasi itu yang harus diapresiasi saya kira, kemudian dari sektor lain 2 tahun terakhir, pemerintah baru rasakan bonanza komoditas, batubara naik, sawit naik, bisa tolong ekspor,” katanya.

“Surplus perdagangannya juga cukup besar per Agustus sekitar 4,7 miliar dolar salah satu yang tertinggi bahkan kinerja ekspor salah satu yang tertinggi sepanjang indonesia merdeka,” tambahnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Peningkatan Komoditas

Peningkatan harga komoditas ini yang dipandang Bhima mampu mendorong peningkatan ekonomi di dalam negeri. Selain itu, hilirisasi sektor seperti smelter juga diharapkan bisa mendorong hilirisasi produk mineral indonesia.

Sehingga kedepannya bisa masuk dalam rantai pasok pembuatan mobil listrik global. Terakhir, yang juga jadi sorotan adalah kebijakan mengenai pajak karbon yang dinilai masih belum memiliki mekanisme yang jelas.

“Meski untuk pajak karbon catatan mengenai mekanisme penyaluran pajak itu harus digunakan untuk kepentingan lingkungan hidup dan Energi Baru Terbarukan, ini tantangangannya,” tegas Bhima.

Menurut analisisnya, Bhima menaksir pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 dibandingkan tahun sebelumnya hanya berkisar antara 3-3,5 persen.

“Tapi belanja pemerintah masih memiliki peran agar pertumbuhannya lebih besar lagi, kita tunggu kuartal keempat ada libur nataru, pariwisata sudah dibuka, wisatawan sudah banyak lakukan mobilitas ini akan perkuat struktur konsumsi domestik kita,” tutupnya.