Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan perkembangan Crash Program. Hingga 15 Oktober 2021, dari prediksi potensi realisasi Rp 1,17 triliun ternyata baru terealisasi sebesar Rp 20,48 miliar.
Hal tersebut disampaikan Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Kemenkeu Lukman Efendi saat berbincang dengan awak media, Jumat (22/10/2021).
Dalam Crash Program, telah masuk persetujuan berkas keringanan utang sebanyak 1.367 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dengan realsiasi yang telah mendapat pelunasan sebanyak 1.292 BKPN.
Advertisement
Dari jumlah tersebut, nilai realisasi mencapai Rp 20,48 miliar dengan nilai outstanding sebesar Rp 80,42 miliar.
“Kita bisa hasilkan segini dari prediksi kita sampe Rp 1 triliun tapi ternyata banyak kendala di lapangan,” katanya.
Ia mengatakan, jumlah berkas yang telah disetujui ini merupakan jumlah yang cukup besar dari capaian tahun-tahun sebelumnya dengan program keringanan utang serupa.
“kalau kita lihat dari karakter dan kita rekam dari daerah memang ini yang ikut ini memang kehidupan mereka terpuruk, baik (debitur) dari rumah sakit, UMKM, dan mereka sangat bersyukur, saat ini mereka bahagia,” tutur Lukman.
Untuk diketahui, Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara. Khusus moratorium, pemerintah akan menunda lelang, menunda penyitaan, dan menunda paksa badan.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Objek Keringanan Utang
Lebih lanjut, Lukman menuturkan bahwa paling banyak yang mengikuti program keringanan utang ini adalah orang-orang yang tanpa barang jaminan. Hal ini jadi sorotan terkait objek keringanan utang yang dibagi dua, dengan barang jaminan, dan tanpa barang jaminan.
Utang dengan barang jaminan berupa tanah atau bangunan, ada sebanyak 129 BKPN dengan nilai realisasi sekitar Rp 7,69 miliar dan nilai outstanding sebesar Rp 28,08 miliar.
Sementara itu, utang tanpa barang jaminan tercatat sebanyak 1163 orang dengan nilai realisasi Rp 12,79 miliar dan nilai outstanding sebesar RP 52,34 miliar.
“Artinya mereka ini memiliki keinginan atau dorongan kuat untuk bayar utangnya. Mereka masih punya keinginan bayar, sifatnya orang Indonesia yang memang tak mau digandoli utang,” katanya.
Mekanisme
Untuk diketahui, dalam melaksanakan Crash Program ini, DJKN yang memiliki hak untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program adalah Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kepala KPKNL juga bertugas untuk menyelesaikan Piutang Negara yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Piutang Negara, sesuai dengan pasal 4 PMK tersebut.
Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang diselesaikan dengan mekanisme Crash Program meliputi Piutang Instansi Pemerintah Pusat dengan Penanggung Utang perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp 5 miliar, perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp 100 juta, perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp 1 miliar yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.
Apabila kewajiban utang dalam bentuk mata uang asing, batasan sisa kewajiban utang sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal surat persetujuan keringanan utang.
Advertisement