Sukses

Data Nasabah Bank Jatim Diduga Bocor dan dijual Rp 3,5 Miliar, Ini Kata Manajemen

Bank Jatim berkoordinasi dengan berbagai pihak yang terkait untuk proses investigasi dan penyelesaian masalah dugaan kebocoran data nasabah.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) memastikan data nasabah aman. Diketahui beredar informasi yang menyatakan ratusan data nasabah Bank Jatim bocor dan dijual dengan harga Rp 3,5 miliar.

Direktur TI & Operasi Bank Jatim Tonny Prasetyo menjelaskan, Bank Jatim bergerak cepat untuk melakukan investigasi dan analisis forensik untuk mengkaji lebih dalam terkait kebocoran data nasabah.

"Hasil penelusuran awal mengindikasikan bahwa pelaku kejahatan siber melakukan intrusi pada sistem aplikasi pendukung, bukan pada Core System Bank Jatim. Dengan kata lain, integritas data nasabah tetap terjaga dan para nasabah bisa tetap tenang untuk melakukan transaksi keuangan perbankan," katanya, dikutip dari Antara, Jumat (22/10/2021).

Tonny memastikan bahwa operasional dan layanan Bank Jatim tidak bermasalah dan tetap berjalan dengan normal. "Kami terus menerus melakukan peningkatan perlindungan data perseroan agar tidak rentan terhadap kejahatan cyber," kata Tonny.

Ia menjelaskan, selama ini Bank Jatim telah melakukan mitigasi risiko terhadap serangan siber melalui kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menerapkan standar pengamanan sistem informasi.

Kemudian, bank dengan kode saham BJTM ini berkoordinasi dengan berbagai pihak yang terkait untuk proses investigasi dan penyelesaian masalah tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Temuan Kebocoran

Sebelumnya, data nasabah Bank Jatim diduga bocor. Ada ratusan data nasabah yang dijual dengan harga Rp 3,5 miliar.

Menurut penelusuran Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha, data nasabah Bank Jatim dijual oleh akun dengan username bl4ckt0r seharga USD 250.000 atau sekitar Rp 3,5 miliar.

"Pelaku menyebutkan data sebesar 378GB berisi 259 database, juga beserta data sensitif seperti data nasabah, data karyawan, data keuangan pribadi, dan masih banyak lagi," ungkap Pratama melalui keterangannya, Jumat (22/10/2021).

Ia menilai masalah ini harus menjadi perhatian serius pemerintah dan perlu dilakukan forensik digital.

"Perlu dilakukan forensik digital untuk mengetahui celah keamanan mana yang dipakai untuk menerobos, apakah dari sisi SQL (Structured Query Language) sehingga diekspos SQL Injection atau ada celah keamanan lain," kata pria yang juga dikenal sebagai Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC.

Video Terkini