Liputan6.com, Jakarta Jumlah pengguna vape yang terus meningkat mendorong influencers media sosial untuk turut berkecimpung di bisnis tersebut dan mengambil bagian dalam mempromosikan merek tertentu di halaman sosial media mereka.
Influencer yang mempromosikan produk ini di feed mereka sering kali tidak melakukannya secara gratis. Namun, berbeda dengan produk rokok yang iklannya diatur secara ketat, regulasi mengenai iklan vaping belum ada.
Baca Juga
Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, Sejak tahun 2019 Instagram dan Facebook sudah punya kebijakan tidak boleh mempromosikan tembakau, rokok elektrik, alkohol dan suplemen diet. Peraturan ini juga berlaku bagi influencer yang menggunakan akunnya untuk endorse atau promosi berbayar.
Advertisement
“Jadi sudah ada peraturannya dari Instagram dan Facebook, karena itu harusnya pemerintah menguatkannya dengan peraturan yang berlaku di Indonesia untuk memastikan perlindungan kepada pengguna medsos terutama anak-anak yang sejak pandemic Covid-19 mereka harus menggunakan gadget untuk belajar. Sekarang adalah saat yang tepat,” kata Lisda, Senin (25/10/2021).
Beberapa waktu sebelumnya Lisda menyampaikan, jumlah pengguna produk tembakau anak di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurutnya salah satu penyebab hal tersebut terjadi adalah strategi pemasaran yang agresif.
Lebih jauh ia menerangkan industri rokok kehilangan 240.618 pelanggan setianya karena meninggal. Maka industri melakukan berbagai kegiatan manipulatif melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading, produk-produk baru, dan penggunaan influencer untuk beriklan.
“Para influencer yang permisif terhadap rokok berpotensi menanamkan kesadaran di benak para follower-nya bahwa rokok itu produk yang baik dan normal,” tutur Lisda.
Lebih disayangkan lagi, aperaturan dan perlindungan kepada anak dan remaja terhadap bahaya rokok masih sangat lemah.
Isu dan promosi iklan produk tembakau alternatif mulai banyak menarik perhatian seiring bertambahnya perusahaan besar yang memproduksi produk tembakau alternatif seperti vape.
Sebelumnya, pada Februari 2021, seperti dilansir kanal berita campaignlive.co.uk, British American Tobacco menuai kritik karena dianggap mendorong penggunaan vape di kalangan muda melalui promosinya. Promosi yang gencar melalui media sosial, konser, dan acara olahraga dianggap berpotensi menarik minat kalangan muda dan non-perokok untuk mencoba produk tembakau alternatif.
Di Indonesia, peran influencer dalam mempromosikan produk tembakau alternatif cukup jelas. Namun, tidak ada aturan khusus yang mengatur hal tersebut, seperti aturan mengenai batasan usia endorser atau cara beriklan di media sosial.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harus Berbeda
Menanggapi isu ini, Aryo Andrianto, Ketua dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mengatakan pihaknya memang sudah menaruh konsen sejak lama terkait bagaimana beriklan Vape. Iklan yang dilakukan Vape harus berbeda dengan rokok konvensional.
"Memang hal itu menjadi konsen yang kita bahas di asosiasi mengenai aturan yang jelas, regulasi yang jelas untuk di iklan," ujarnya.
Aryo mengakui, aturan beriklan telah menjadi konsens, apakah ini bisa disejajarkan dengan perusahaan rokok yang beriklan. Aturannya mengikuti seperti rokok konvensional atau tidak. Oleh karenanya untuk regulasi tersebut, pihaknya kala itu sepakat dengan semua yang berlaku di industri.
"Kita ingin regulasi ini tidak disejajarkan dengan rokok konvensional. Karena Vape merupakan produk alternatif. Produk alternatif yang juga kita klaim bisa lebih baik. Dan resikonya lebih rendah. Nah ini yang harus dipikirkan kembali oleh pemerintah bagaimana caranya membuat regulasi terpisah," jelasnya.
Aryo memaparkan, regulasi rokok konvensional bisa cepat. Karena memang resikonya tinggi. Sementara Vape adalah produk yang less resiko sehingga harusnya mempunyai batasan - batasan yang tidak bisa disamakan dengan rokok konvensional. Tapi juga karena Vape ini industri baru dan regulasinya masih duduk bersama terus.
"Kita pelan - pelan masuk di regulasi seperti nantinya ada SNI, regulasi dari Kemenkeu, PMK, nah nantinya kita juga akan membuat regulasi - regulasi tentang beriklan juga. Saat ini kita memang konsen untuk regulasi cukainya, untuk dagangnya. Itu yang kita godok terus sampai bisa aturan itu dengan baik.
Advertisement