Liputan6.com, Jakarta Kini, kekayaan miliarder Tesla dan SpaceX Elon Musk mencapai lebih dari USD 300 miliar (Rp 4,2 kuadriliun). Kenaikan pesat kekayaan yang dimiliki seiring lonjakan harga saham mobil listrik yang diinisiasikan orang terkaya dunia ini.
Kabar yang sempat beredar di Twitter dan ramai menjadi perbincangan publik menaruh fokus pada cuitan Musk, pada Rabu (3/11/2021). Dalam cuitannya, Musk mengaku bersedia menyumbangkan kekayaannya kepada seorang pejabat PBB untuk menghentikan kelaparan dunia.
Baca Juga
Melansir dari CNN Business dan CNBC, Direktur dari Program Pangan Dunia (UN’s World Food) di PBB David Beasley mengatakan bahwa sudah waktunya bagi para miliarder untuk melangkah dan memutuskan untuk memberi bantuan kepada 42 juta orang yang kelaparan.
Advertisement
Dengan secara spesifik, Beasley menyebut dua orang terkaya di dunia, yakni Jeff Bezos sebagai CEO dari Amazon dan Elon Musk. “USD 6 miliar untuk membantu 42 juta orang yang benar-benar akan mati, ini tidaklah rumit,” papar Beasley.
Melihat perbincangan yang ramai tersebut, Musk akhirnya merespons melalui platform Twitter juga. Dia mengaku jika USD 6 miliar (Rp 85,6 triliun) hanyalah dua persen dari kekayaan bersihnya.
Namun dia memberikan syarat untuk memberi kekayaannya mengatasi kelaparan dunia. Dia meminta World Food Programme (WFP) menggambarkan secara detail dan spesifik perhitungan yang tepat bagaimana donasi tersebut akan mengatasi kelaparan dunia.
“Saya akan menjual saham Tesla sekarang dan menjualnya,” tulis Musk dalam akun resmi Twitter-nya di @elonmusk.
Tidak hanya sampai di sana, cuitan lanjutan terkait rencana PBB. Salah satunya melakukan perhitungan dengan melibatkan akuntansi dan transparansi data agar publik dapat melihat dengan tepat bagaimana uang donasi tersebut alokasikan.
Cuitan Dibalas
Balasan demi balasan diberikan juga dari pihak PBB dengan menawarkan kesepakatan bersama Musk. Beberapa jam kemudian, cuitan dibalas dengan menyuruh Musk menunggu penerbangan berikutnya untuk melakukan diskusi lebih lanjut.
“Anda dapat membiarkannya saja, jika Anda tidak menyukai apa yang Anda dengar,” tambah Beasley.
Menurut Beasley, angka dari kekayaan yang telah dihitung, yaitu dua persen memang tidak akan menyelesaikan masalah.
Akan tetapi, hal tersebut dapat mencegah ketidakstabilan politik global, migrasi massal, dan menyelamatkan 42 juta orang yang berada di ambang kematian akibat kelaparan.
Namun, respons sebaliknya Musk mencari celah dari PBB dengan memublikasikan laporan Express pada 2015 yang menduga adanya praktik pelecehan seksual terhadap anak-anak di Republik Afrika Tengah pada 2014 yang dilakukan penjaga perdamaian PBB.
Masih belum ada tanggapan lebih lanjut terkait konten yang diunggah tersebut. Terlepas dari permasalahan antara kedua belah pihak, jika Musk benar-benar menjual sahamnya sebanyak Rp 85,6 triliun, angka tersebut adalah sumbangan terbesar yang pernah dilakukan selama ini.
Advertisement
Kelaparan Dunia
Laporan yang diberikan Beasley memaparkan bahwa setengah dari populasi Afghanistan, yakni 22,8 juta orang sekarang tengah berjuang menghadapi kelaparan aku. Menurut WFP, pengangguran yang meluas dan krisis dari likuiditas membuat negara tersebut berada di ambang kritis.
Selanjutnya, laporan lain yang ditemukan menuliskan adanya krisis kemanusiaan yang muncul dan sebanyak 3,2 juta anak di bawa usia lima tahun mengalami risiko kelaparan.
Dari data dan laporan yang ada, untuk pertama kalinya pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengakui hubungan antara perubahan iklim dan iklim. WFP sendiri mengimbau tentang gelombang gerakan kelaparan yang turut terjadi di Amerika Tengah.
“Kami memberi makan banyak orang di sana (daerah krisis kelaparan) dan iklim berubah dengan badai dan banjir bandang, itu menghancurkan (kami),” jelas Beasley, Selasa (02/11/2021).
Sementara itu, wilayah negara Ethiopia diperkirakan terdapat 5,2 juta orang yang sangat membutuh makanan untuk di region Tigray.
Konflik lain juga dialami Perdana Menteri Abiy Ahmed yang sedang memimpin serangan besar-besaran terhadap Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) sejak tahun lalu.
“Kamu kehabisan bahan bakar. Kami kehabisan uang untuk membayar orang-orang (karyawan) kami dan tidak bisa memasukan transportasi kami,” tegas Beasley.
Reporter: Caroline Saskia