Liputan6.com, Jakarta Maskapai penerbangan saat ini boleh mengangkut 100 persen kapasitas penumpang pesawat. Hal itu dibarengi dengan pengetatan syarat perjalanan dengan menggunakan PCR atau Antigen.
Menanggapi hal ini, DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT mengusulkan agar maskapai penerbangan memberlakukan kembali pembatasan penumpang hingga 75 persen. Upaya ini dilakukan guna mencegah penyebaran COVID-19, setelah keputusan soal tak wajib tes PCR.
Baca Juga
"Kita apresiasi pemerintah akhirnya tidak mewajibkan tes PCR untuk naik pesawat ke semua daerah di Indonesia, tetapi kalau bisa angkutan penumpang pesawat jumlahnya dibatasi. Artinya angkutan penumpang pesawatnya tidak 100 persen seperti saat ini," kata Wakil Ketua DPD Astindo NTT Robert Waka seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/11/2021).
Advertisement
Robert secara pribadi mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia membantu meringankan beban masyarakat ekonomi rendah dan para pelaku perjalanan.
Di sisi lain tentunya keputusan tak wajibkan tes PCR itu bagi pelaku perjalanan di seluruh Indonesia, kata dia, akan meningkatkan kunjungan wisatawan khususnya di daerah wisata Labuan Bajo.
"Dampak secara langsung tentunya akan meningkatkan kunjungan wisatawan di daerah wisata, misalnya di Labuan Bajo, tetapi yang kami khawatirkan angka kasus COVID-19 akan meningkatkan," ujar dia.
Ia menilai bahwa jika dibandingkan tentunya keakuratan tes PCR lebih bagus dibandingkan tes cepat Antigen sehingga itu akan lebih mencegah penyebaran COVID-19.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sebelumnya
Selama ini, kata dia, berdasarkan Intruksi Mendagri menyebutkan transportasi umum seperti kendaraan umum, angkutan massal, taksi, dan untuk pesawat terbang kapasitas penumpangnya 100 persen asalkan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Pemberlakukan kebijakan soal tidak wajib tes PCR itu juga diapresiasi oleh seorang pelaku perjalanan di Kota Kupang yakni Bobby Pitoby.
Menurut Bobby, keputusan soal tak wajibkan pelaku perjalanan untuk tes PCR itu membantu meringankan beban ekonomi masyarakat.
"Bayangkan saja, sekali jalan Rp300 ribu kemudian belum pulang lagi hitung-hitung harganya Rp600 ribu. Nah ini tentu memberatkan masyarakat," ujar dia.
Tentunya dengan putusan ini juga akan kembali membangkitkan kembali perekonomian Indonesia, khususnya di sektor pariwisata.
Advertisement