Liputan6.com, Jakarta - Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga, Direktorat Jenderal bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Akbar Harfianto menyebut harga eceran untuk rokok di pasaran sudah cukup tinggi. Hal itu mengacu pada harga temuannya terkait harga transaksi di pasar.
“Itu memang terlihat harga transaksi di pasar atau di market itu saat ini ada di bawah 100 persen, dalam arti itu sekitar 86 atau 89 persen, dan dari ketentuan kita batasannya di 85 persen,” kata dia dalam Tapak Tilas 1.095 hari Advokasi Harga Rokok di Indonesia, Selasa (2/11/2021).
Dengan demikian, harga jual eceran yang dinaikkan tersebut dipandang sudah cukup tinggi sehingga tidak terserap seratus persen di pasar.
Advertisement
“Ini yang kemudian kami melihatnya dari situ cukup ada kenaikan signifikan, itu terkonfirmasi dengan penurunan produksi yang cukup signifikan setiap tahunnya dalam beberapa periode belakangan ini,” tuturnya.
Ia menyebutkan dalam membuat suatu kebijakan, pihaknya cukup berhati-hati dan berpegangan pada empat pilar utama. Pertama, pada pengendalian konsumtif, lalu sektor industri terkait dengan masalah tenaga kerja.
“Kemudian kita juga lihat juga terkait rokok ilegal, ini bisa jadi sumber alternatif kalau kita enggak punya sesuatu penekanan atau penindakan, ini juga tak terlepaskan, serta terkait penerimaan (negara),” paparnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengendalian Konsumsi
Lebih lanjut, Akbar menegaskan terkait pengendalian konsumsi terhadap rokok, pihaknya telah dijalankannya. Hal ini mengacu pada penurunan produksi rokok yang menurutnya telah menurun secara signifikan.
“itu bisa terlihat dari penurunan produksi yang memang cukup signifikan, kita selalu melihat penurunan produksi jadi baseline kita untuk membuat suatu kebijakan,” katanya.
Dengan begitu, menurut Akbar, pemerintah telah berada dalam jalur terkait pengendalian konsumsi rokok di masyarakat. Namun ia juga mengatakan bahwa pengendalian ini tak hanya bergantung pada ranah fiskal, tapi juga ranah non fiskal.
“Ini juga yang jadi mestinya juga bisa kita sadar oleh kita semua bahwa masalah pengendalian konsumsi ini bicara fiskal dan non fiskal. Ada keterbatasan juga pada ranah fiskal terkait penentuan tarif dan lain-lain,” katanya.
“Masalah non fiskal tentang edukasi ini juga butuh effort kita semua untuk bisa mengendalikan (konsumsi rokok di masyarakat),” tambahnya.
Advertisement