Sukses

Di Tengah Isu Utang, Kaisa Group Berupaya Atasi Masalah Likuiditas

Di tengah utang besar yang dihadapinya, perusahaan properti China Kaisa Group menjelaskan sedang mengatasi menyelesaikan masalah likuiditas.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan properti China Kaisa Group Holdings mengatakan sedang mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah likuiditas dan berkonsultasi dengan investor dalam produk manajemen kekayaan untuk solusi pembayaran yang lebih baik.

Perusahaan tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan di akun WeChat resminya bahwa mereka mempercepat pelepasan aset di Shanghai dan Shenzhen dan menggunakan hasilnya untuk pembayaran, serta mempercepat penjualan properti yang ada.

"Kami dengan tulus meminta investor untuk memberi Kaisa Group lebih banyak waktu dan kesabaran," demikian pernyataan Kaisa Group, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (9/11/2021).

Pada 6 November 2021, saham Kaisa dan tiga unitnya ditangguhkan dari perdagangan satu hari setelah perusahaan itu melewatkan pembayaran kepada investor.

2 dari 2 halaman

Kaisa Miliki Utang Luar Negeri Paling Banyak di Antara Perusahaan Properti China Lainnya

Kaisa memiliki utang luar negeri paling banyak yang akan jatuh tempo pada tahun depan dari setiap perusahaan properti di China, setelah Evergrande Group, yang terhuyung-huyung di bawah kewajiban utan sebesar lebih dari USD 300 miliar.

Sebelum penangguhan saham, Kaisa, yang memiliki nilai pasar sekitar USD 1 miliar, melihat sahamnya mencapai rekor terendah setelah jatuh sebesar 15 persen, seperti dikutip dari BBC.

Pengembang properti yang berbasis di Shenzhen itu mengatakan pada 3 November bahwa mereka menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada keuangannya karena pasar properti yang menantang dan penurunan peringkat oleh lembaga pemeringkat, yang membuatnya lebih sulit untuk meminjam uang.

Pada 30 Oktober unit Evergrande akan melakukan pembayaran bunga sebesar USD 82,5 juta kepada investor.

Saham Evergrande ditangguhkan di Hong Kong selama 17 hari bulan lalu, setelah perusahaan tersebut meminta penghentian perdagangan menjelang pengumuman transaksi besar.

Rencana untuk menjual sebagian besar unit layanan propertinya seharga USD 2,6 miliar juga gagal karena tidak dapat menyetujui persyaratan kesepakatan.

Video Terkini