Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk secara teknis sudah bangkrut (technically bankrupt) karena posisi keuangan sudah negatif USD 2,8 miliar. Namun kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap mencari jalan untuk menyelamatkan Garuda Indonesia.
Ekonom yang menjabat sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan beban utang yang terlalu besar, Garuda Indonesia sulit untuk diselamatkan. Menurutnya, biaya restrukturisasi dalam rangka penyelamatan Garuda Indonesia terlalu mahal.
"Sudah tidak bisa diselamatkan ya karena sangat kronis masalah Garuda ini. Sebaiknya force closure saja, full pelepasan saham pemerintah dan masuk proses pengajuan pailit sehingga sisa aset bisa digunakan untuk pembayaran ke kreditur," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (10/11/2021).
Advertisement
Bhima menyarankan, pemerintah baiknya memulai lagi bisnis penerbangan dengan model bisnis yang berbeda, brand yang berbeda sebagai fresh start.
"Misalnya fokus untuk logistik dan rute domestik dengan kapasitas pesawat yang lebih kecil. Jadi ada fresh start yang baik," jelasnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Terlalu Mahal
Bhima menyebutkan, menyelamatkan bisnis Garuda membutuhkan biaya yang terlalu mahal, juga jumlah utang yang terlalu besar.
"Jumlah utang yang jatuh tempo terlalu besar untuk diselamatkan karena mencapai 100 triliun dan terus bertambah, jika dilanjutkan negosiasi belum tentu menyelesaikan permasalahan," kata Bhima.
"Problemnya terletak pada beban operasional Garuda yang terlalu gemuk," sebutnya.
Bhima mengutip data Bloomberg, yang menunjukkan bahwa porsi sewa pesawat dibanding pendapatan Garuda mencapai 24.3 persen - jauh diatas rata rata maskapai di negara lain yang berkisar 5-8%.
"Alhasil opsi bailout jelas merugikan keuangan negara. Belum tentu bisa comeback dengan dividen yang besar, tapi negara harus keluar dana yang sangat besar. Itu jelas sulit sekali, terlebih pemerintah perlu alokasi dana lain yang lebih urgen di tahun 2022," papar Bhima.
Advertisement
Garuda Indonesia Sudah Bangkrut
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, mengakui bahwa Garuda Indonesia telah dalam keadaan technically bankrupt atau bangkrut secara teknis. Hal ini ditunjukkan bahwa kewajiban jangka Garuda Indonesia sudah tak dibayar.
Per September 2021, neraca keuangan Garuda Indonesia berada pada posisi negatif USD 2,8 miliar. Hal ini yang jadi salah satu dasar secara teknis, maskapai pelat merah itu telah mengalami kebangkrutan.
"jadi ini rekor kalau dulu dipegang Jiwasraya sekarang sudah disalip Garuda," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).
"Jadi ini rekor kalau dulu dipegang Jiwasraya, sekarang sudah disalip Garuda," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).
Ia mengatakan, drop-nya tingkat neraca keuangan Garuda Indonesia disebabkan juga oleh adanya PSAK 73 yang dilakukan perusahaan pada 2020-2021 ini yang menyebabkan dampak penurunan ekuitas semakin dalam, karena pengakuan utang masa depan lessor.
"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," kata Tiko.