Liputan6.com, Jakarta Murban Energy selaku investor dari Uni Emirat Arab (UEA) menunda penandatanganan nota kesepahaman (MoU) untuk menanamkan modalnya di Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh. Perjanjian tersebut secara jadwal semustinya disepakati pada 2 November 2021 lalu.
Menteri Investasi/Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Bahlil Lahadalia, coba buka suara mengenai alasan Uni Emirat Arab yang masih urung menggelontorkan investasi ke pulau wisata di Aceh tersebut.
Baca Juga
"Menyangkut kawasan pulau pariwisata kenapa enggak jadi diteken, kalau kami teken sesuatu itu kita harus meyakini orangnya bisa jalan atau enggak," kata Bahlil dalam sesi teleconference, Kamis (11/11/2021).
Advertisement
Menurut dia, masih ada beberapa poin yang belum menemukan kesepakatan antara Murban Energy selaku calon investor dari UEA dengan Pemerintah Daerah Aceh.
"Nah, kemarin masih ada 1-2 point yang terjadi diskusi untuk implementasi investasi Murban di Aceh," ujar dia.
Namun, Bahlil menggarisbawahi, penundaan investasi ini bukan berarti gagal sama sekali. Tapi, UEA seolah masih menahan diri untuk menggelontorkan dananya kepada sektor pariwisata di Aceh.
"Itu untuk sementara ter-pending, bukan berarti enggak jalan. Ini butuh waktu sedikit, sebab masih ada beberapa persepsi yang harus kita sama-sama luruskan," tegas Bahlil.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Uni Emirat Arab Ditaksir Bakal Investasi Rp 144 Triliun di Proyek Ibu Kota Baru
Menteri Investasi/Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Bahlil Lahadalia memperkirakan, Uni Emirat Arab (UEA) bakal ikut mendanai proyek ibu kota negara (IKN) atau ibu kota baru lewat gelontoran investasi senilai USD 10 miliar, atau setara Rp 144 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS).
Bahlil menyebut, jumlah itu merupakan bagian dari komitmen investasi Uni Emirat Arab ke Indonesia dengan total nilai mencapai USD 44,6 miliar, atau setara Rp 642,2 triliun.
"Menyangkut IKN, dari USD 44,6 miliar itu ada USD 10 miliar yang akan masuk di INA, totalnya USD 18 miliar. USD 8 miliar itu sudah clear di sekitar apa saja, USD 10 miliarnya masih tentatif untuk dimasukkan ke IKN," jelas Bahlil dalam sesi teleconference, Kamis (11/11/2021).
Namun, dia menyampaikan, Pemerintah UEA masih harus melakukan komunikasi yang sangat intens dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan untuk bagaimana bisa mengalokasikan investasi mereka selain untuk di IKN.
"Angkanya berapa belum kita sepakati. Tetapi dari USD 44,6 miliar ini yang memungkinkan masuk ke IKN dalam USD 10 miliar itu, itu yang msh longgar sekali. Yang lain sudah ter-breakdown. Tetapi di luar angka ini ada juga yang kita lagi komunikasikan," urainya.
Menurut dia, Pemerintah RI saat ini sedang memetakan secara detail, ke mana saja investasi UEA USD 44,6 miliar itu akan dialokasikan.
Bahlil mengatakan, Kamis (11/11/2021) sore ini dirinya akan menggelar rapat dengan Menko Luhut dan tim dari UEA, untuk membicarakan lagi bagian-bagian mana saja yang mereka berminat untuk investasi.
"Tetapi secara umum, pertama adalah beberapa fasilitas gedung mereka mau. IT juga mereka mau, kemudian beberapa kawasan industri hijau. Ini secara umum. Detailnya beri saya waktu sekitar 2-3 minggu baru saya sampaikan," ungkapnya.
Bahlil lantas coba meyakinkan, bahwa UEA kelak akan mengalokasikan nilai investasi lebih dari apa yang sudah dikomitmenkan di awal, khususnya untuk proyek IKN. Bocoran itu didapatnya pasca sekilas mendengar obrolan antara Presiden Jokowi dan Luhut beserta raja-raja di sana.
"Karena pembicaraan Bapak Presiden dengan Pak Luhut dengan raja di UEA, itu angkanya yang saya dengar lebih. Tetapi enggak pas kalau saya yang sampaikan, biarkan Pak Menko Luhut yang sampaikan," pungkas Bahlil.
Advertisement