Sukses

Pecah Rekor, Ekspor Indonesia di Oktober 2021 Tembus USD 22,03 Miliar

Pada Oktober 2021, kinerja ekspor Indonesia juga menunjukkan kemajuan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan RI mengungkapkan bahwa ekspor Indonesia pada Oktober 2021 tercatat sebesar USD 22,03 miliar atau naik 6,89 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM).

Kinerja ekspor pada Oktober 2021 mencetak rekor baru dengan nilai ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah, bahkan melampaui angka pada Agustus 2021 lalu.

Kenaikan ini didorong meningkatnya ekspor migas sebesar 9,92 persen dan nonmigas sebesar 6,75 persen.

Pertumbuhan ekspor nonmigas Oktober 2021 disebabkan peningkatan ekspor dari seluruh sektor, terutama pertambangan yang naik 20,11 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM). Kemudian diikuti migas (9,91 persen), pertanian (2,70 persen), dan industri pengolahan (3,61 persen).

Adapun produk-produk utama Indonesia yang menyumbang peningkatan kinerja ekspor nonmigas pada bulan Oktober, antara lain bahan bakar mineral/batubara (HS 27) sebesar 26,59 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) 19,12 persen; besi dan baja (HS 72) 11,35 persen; alas kaki (HS 64) 4,19 persen; serta berbagai produk kimia (HS 38) 2,99 persen.

Selanjutnya, produk ekspor lain yang juga tumbuh signifikan dibanding bulan sebelumnya (MoM) adalah ampas dan sisa industri makanan (HS 23) sebesar 42,07 persen; timah dan barang daripadanya (HS 80) 37,29 persen; dan barang dari besi dan baja (HS 73) 33,67 persen.

"Peningkatan kinerja ekspor produk tersebut didorong oleh komoditas super cycle yang membuat harga komoditas ekspor utama Indonesia mencapai level tinggi. Sementara itu, ekspor produk manufaktur Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang ekspansif pada Oktober lalu sejalan dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah daerah. Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia menempati posisi tertinggi dengan nilai 57,2 poin dibanding dengan negara ASEAN lainnya," kata Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi, dikutip dari rilis Kemendag, Kamis (18/11/2021).

Kontributor ekspor nonmigas terbesar Indonesia pada Oktober 2021 masih berasal dari China dengan nilai USD 5,93 miliar, yang naik 30,45 persen dibanding bulan sebelumnya.

Kenaikan ini diikuti AS senilai USD 2,34 miliar (turun 0,04 persen); dan Jepang senilai USD 1,41 miliar (turun 8,19 persen).

Selain Indonesia, pertumbuhan ekspor nonmigas Oktober 2021 juga terjadi secara signifikan di beberapa negara, yaitu Mesir yang naik 97,14 persen; Arab Saudi 40,90 persen, Belgia 34,98 persen, China 30,45 persen, dan Perancis 29,52 persen.

Adapun pertumbuhan ekspor nonmigas terbesar ke kawasan Afrika lainnya yang tumbuh 212,05 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM) yaitu Afrika Utara sebesar 104,35 persen, dan Asia Barat 68,37 persen.

Secara kumulatif, kinerja ekspor Januari—Oktober 2021 tercatat sebesar USD 186,32 miliar atau naik 41,80 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY), ungkap Kemendag.

Ekspor nonmigas menjadi pengaruh dari peningkatan ini, yang naik menjadi USD 176,47 miliar atau 41,26 persen, diikuti ekspor migas yang naik menjadi USD 9,85 miliar atau 52,23 persen.

Pada periode tersebut, beberapa produk utama Indonesia yang mengalami peningkatan ekspor.

Produk tersebut antara lain bijih, terak, dan abu logam (HS 26) sebesar 136,01 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY); timah dan barang daripadanya (HS 80) 104,57 persen; besi dan baja (HS 72) naik 98,39 persen; berbagai produk kimia (HS 38) 85,00 persen; bahan bakar mineral (HS 27) 81,55 persen; dan lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) 73,42 persen.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kinerja Impor Juga Meningkat

Kemendag melanjutkan, nilai impor Indonesia pada Oktober 2021 tercatat sebesar USD 16,29 miliar- kembali meningkat 0,36 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM).

Terjadinya kenaikan ini dipicu impor migas sebesar 1,68 persen dan nonmigas sebesar 0,19 persen.

Struktur impor Indonesia, yang ditinjau dari kelompok penggunaan barang, masih didominasi bahan baku penolong sebesar 75,55 persen, diikuti barang modal (14,69 persen), dan barang konsumsi (9,76 persen). Peningkatan impor didorong adanya permintaan industri dalam negeri yang ditunjukkan dengan peningkatan kinerja impor golongan bahan baku/penolong sebesar 1,77 persen dan barang modal sebesar 1,92 persen.

"Pelonggaran level PPKM di sejumlah daerah pada Oktober 2021 telah mendorong peningkatan aktivitas sektor manufaktur nasional menuju ke arah pemulihan ekonomi dan kembali menumbuhkan impor. Hal ini sejalan dengan indikator aktivitas manufaktur PMI Oktober 2021 yang kembali mencapai rekor tertinggi sejak April 2011,” terang Mendag Lutfi.

Impor barang konsumsi justru mengalami penurunan sebesar 11,18 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), Menurut Mendag Lutfi.

Mendag Lutfi menjelaskan bahwa penurunan "Ini disebabkan oleh penurunan permintaan produk farmasi (HS 30) sebesar 34,17 persen yang sejalan dengan melandainya kasus COVID-19 di Indonesia dan permintaan buah-buahan sebesar 14,55 persen".

Adapun kenaikan beberapa produk impor nonmigas pada Oktober 2021 dibanding bulan sebelumnya (MoM), antara lain gula dan kembang gula (HS 17) yang naik 60,76 persen; aluminium dan barang daripadanya (HS 76) 22,61 persen; ampas/sisa industri makanan (HS 23) 22,23 persen (MoM); besi dan baja (HS 72) 18,36 persen; serta filamen Buatan (HS 54) 15,35 persen. Sedangkan dari segi negara mitra, pertumbuhan terbesar berasal dari Afrika Selatan yang naik signifikan 72,64 persen; Oman (44,82 persen); Swiss (36,17 persen); Argentina (28,96 persen), dan Prancis (19,15 persen).

Mendag Lutfi menambahkan, kinerja impor Indonesia pada periode Januari—Oktober 2021) mencapai USD 155,51 atau naik 35,86 persen secara tahunan (YoY).

"Pertumbuhan tersebut ditopang lonjakan impor migas sebesar 63,61 persen dan kenaikan impor nonmigas sebesar 32,70 persen. Kenaikan impor periode ini menjadi sinyal positif peningkatan aktivitas industri dan perekonomian nasional," pungkasnya.