Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta otoritas yang berwenang untuk menindak tegas praktik pinjaman online illegal (pinjol ilegal). Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat tertipu dan terjerat pinjaman online ilegal.
Selain itu, Jokowi juga mendorong agar tata kelola penyediaan jasa pinjaman online diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik sehingga percepatan pertumbuhan industri pinjaman online di Indonesia tidak diikuti dengan banyaknya penipuan dan tindak kejahatan yang merugikan masyarakat.
Dalam responnya terhadap arahan Presiden Jokowi, Muhammad Sigit, Deputi Pencegahan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyarankan langkah strategis.
Advertisement
Langkah strategis tersebut antara lain dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) Upaya Deteksi, Cegah, dan Berantas Pinjaman Online Ilegal yang dilaksanakan secara on-line dan off-line dari Pusdiklat Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorime di Depok, Jawa Barat.
Fintech di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Dampak tersebut salah satunya memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan, kemudahan dalam mendapatkan akses pendanaan guna menggerakkan dan meningkatkan usaha kecil masyarakat, mendukung inklusi keuangan masyarakat, dan mempercepat perputaran ekonomi.
Selain itu, Fintech juga membantu pelaku usaha untuk mendapatkan modal dengan bunga rendah melalui pinjaman online.
Tetapi sayangnya, masih banyak masyarakat yang terjerat pinjaman online dengan bunga tinggi bahkan mengalami intimidasi dari penyelenggara pinjaman online ilegal.
"Dalam berbagai kasus terkait pinjaman online ilegal ini, PPATK melihat terdapat penggunaan skema Ponzi dalam transaksi pinjaman online ilegal, dimana suatu penyelenggara pinjaman online ilegal tergabung dalam grup dengan penyelenggara pinjaman online illegal lain," kata Muhammad Sigit, dikutip dari rilis PPATK, Senin (22/11/2021).
Dalam skema Ponzi, Sigit memaparkan bahwa, saat seseorang terikat dengan satu penyelenggara pinjaman online ilegal dan mengalami kegagalan pembayaran utang maka orang tersebut akan berupaya meminjam dari penyelenggara pinjaman online ilegal lainnya yang sebenarnya merupakan bagian dari grup penyelenggara pinjaman online ilegal yang sama.
"Oleh karenanya beban utang dengan bunga tinggi yang ditanggung oleh orang tersebut menjadi semakin besar,’’ tambah Sigit.
Analisis PPATK mengungkapkan ditemukan adanya dugaan aliran dana hasil kejahatan yang berasal dari dan luar wilayah Indonesia dan digunakan sebagai modal dalam bisnis pinjaman online ilegal tersebut.
Interkonektivitas di antara lembaga keuangan dalam negeri maupun lembaga keuangan internasional serta pesatnya aliran dana masuk dan keluar Negara Indonesia (illicit financial flows) yang berasal dari upaya mengaburkan, menyamarkan asal-usul uang dari tindak pidana asal seperti korupsi atau narkoba merupakan hal yang perlu diwaspadai sehingga tidak menciderai pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pendorong Pinjol Ilegal
Sampai 30 September 2021. sudah ada Rp. 262,93 triliun akumulasi pinjaman yang disalurkan kepada masyarakat dengan 71,06 juta rekening pengguna, menurut OJK.
Menurut Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan Tris Yulianta, setidaknya ada empat faktor pendorong utama banyaknya masyarakat terjebak pinjaman illegal (pinjol) illegal.
Faktor pertama, adalah kebutuhan peminjam yang mendesak untuk menyambung hidup dan kebutuhan dasar lainnya.
Kemudian faktor kedua, kemudahan dalam berhutang dengan menggunakan aplikasi dengan persyaratan mudah dan pencairannya cepat.
Faktor selanjutnya adalah mudah membuat aplikasi dan penawaran dan keempat, literasi keuangan dan literasi digital masih rendah.
‘"PPATK bersama LPP (Lembaga Pengawas dan Pengatur) berupaya meningkatkan risk awareness dan prudential standard sehingga Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ akan membantu khususnya Penyedia Jasa Keuangan bank dan non bank. Dalam dikusi ini kita akan mendapatkan informasi yang bermanfaat dalam upaya mendeteksi, mencegah, dan memberantas maraknya aktivitas pinjaman online ilegal yang terindikasi TPPU," ungkap Muhammad Sigit.
Hadir dalam FGD tersebut perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan PPATK.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement