Liputan6.com, Jakarta Para pengusaha nasional dan China meyakini implementasi transaksi bilateral dengan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) kedua negara akan memberi dampak baik.
Pengusaha yang tergabung dalam Lembaga Kerjasama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun menyambut baik implementasi kerja sama penyelesaian LCS ini.
Wakil Ketua Umum LIT, Alim Markus mengaku cukup senang Bank Indonesia (BI) dan People's Bank of China (PBC) bisa mengimplementasikan kerja sama LCS yang selama ini memang sangat dinantikan oleh kalangan pengusaha kedua belah negara.
Advertisement
"Sebagai pengusaha saya sudah lama menginginkan LCS bisa dilaksanakan, bisa menghemat para pengusaha maupun buat kedua belah negara. Saya sangat mendukung sekali supaya bisnis kita bisa lebih efisien," kata Alim saat memberikan sambutan pada acara Webinar bertema "Indonesia China LCS Implementation Progress & Best Practice" yang diselenggarakan LIT dan Bank of China Jakarta Branch, Rabu (24/11/2021).
Komentar senada juga dikemukakan Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani yang optimistis implementasi LCS RI-China ini akan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke "Negeri Tirai Bambu" tersebut.
Hariyadi mengatakan implementasi LCS antar kedua negara itu sudah ditunggu sejak lama oleh kalangan pengusaha. LCS dapat membuat transaksi perdagangan kedua negara menjadi lebih efisien.
Dengan demikian, dia berharap, terjadi peningkatan kerjasama perdagangan hingga investasi di antara Indonesia dan China seiring penerapan LCS ke depan.
“Untuk menjaga perdagangan kita lebih efisien dan pertumbuhan ekonomi ke depan menjadi stabil,” kata Hariyadi.
Hariyadi menambahkan implementasi LCS itu terlihat sudah mengoptimalkan kemitraan dagang dan investasi kedua negara beberapa waktu terakhir.
Dia berharap pelaku usaha mulai beralih menggunakan fasilitas pembayaran LCS itu untuk mengoptimalkan transaksi mereka.
“LCS telah membuat keuntungan kedua negara seperti investasi dan neraca perdagangan meningkat dari waktu ke waktu,” kata dia.
Pengusaha Diminta Segera Manfaatkan
Duta Besar RI untuk RRC dan Mongolia, Djauhari Oratmangun dalam sambutannya berharap para pengusaha kedua belah negara bisa memanfaatkan implementasi LCS RI-China yang telah dimulai sejak September 2021 lalu.
“Karena nilai mata uang menjadi indikator yang penting untuk menentukan kalkulasi usaha, semakin fluktuatif akan menimbulkan ketidakpastian dan berimplikasi pada tingginya biaya transaksi,” kata Djauhari.
Pemerintah Indonesia, kata Djauhari, menyambut baik implementasi LCS antara kedua negara. Dia berharap implementasi kebijakan itu dapat meningkatkan nilai perdagangan dan investasi di antara Indonesia dan China.
“Saya sangat berharap LCS ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk mengoptimalkan kemitraan dagang kedua negara,” kata dia.
Bank Indonesia (BI) sendiri mencatat sejak 2015-2020, valuta setelmen ekspor RI ke China pembayarannya 94 persen menggunakan mata uang dolar AS.
Demikian halnya dengan valuta setelmen impor RI dari China yang pembayarannya 83 persen menggunakan mata uang dolar AS.
Analis Eksekutif BI Beijing Firman Hidayat dalam paparannya menjelaskan bahwa implementasi LCS RI-China ini sendiri merupakan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal keempat yang dilakukan oleh BI. Sebelumnya BI juga melakukan kerja sama LCS dengan Thailand, Malaysia dan Jepang.
"Transaksi LCS Indonesia terus meningkat di mana pada tahun 2018 nilainya baru mencapai USD 348 juta. Kemudian menjadi USD 760 juta di 2019 dan USD 800 di 2020. Terakhir di 2021 sampai dengan Oktober sudah mencapai USD 1,63 miliar," ungkap Firman.
Dia menjelaskan ada banyak manfaat yang didapatkan dari implementasi LCS ini, di mana salah satunya adalah melepas ketergantungan dari mata uang dolar AS yang selama ini sangat fluktuatif.
"LCS ini banyak manfaatnya untuk Indonesia terlebih lagi saat ini ekonomi China merupakan yang terbesar kedua di dunia dengan kontribusi mencapai 18 persen dari PDB dunia. Pertumbuhan ekonomi China juga menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi global di 2020-2022," pungkasnya.
Advertisement