Sukses

Minyak Goreng dan Telur Ayam Jadi Penyumbang Inflasi di November 2021

Bank Indonesia (BI) melaporkan, perkembangan harga pada bulan November 2021 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,34 persen

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) melaporkan, perkembangan harga pada bulan November 2021 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,34 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Perkiraan tersebut berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada pekan keempat November 2021.

"Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi November 2021 secara tahun kalender sebesar 1,27 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,72 persen (yoy)," ucap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (27/11/2021).

Erwin merinci, penyumbang utama inflasi November 2021 sampai dengan minggu keempat yaitu komoditas telur ayam ras sebesar 0,10 persen (mtm). Lalu, minyak goreng sebesar 0,08 persen (mtm).

"Kemudian, cabai merah sebesar 0,06 persen (mtm), emas perhiasan sebesar 0,02 persen (mtm), sawi hijau, bayam, daging ayam ras, sabun detergen bubuk, angkutan udara dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm)," imbuhnya.

Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi. Antara lain bawang merah dan tomat masing masing sebesar -0,02 persen (mtm) dan -0,01 persen (mtm).

Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.

"BI juga akan langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan," tutupnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Terungkap, 2 Penyebab Utama Harga Minyak Goreng Jadi Mahal

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut ada dua faktor yang menyebabkan harga minyak goreng menjadi mahal. Berdasarkan pantauan Kemendag, harga minyak curah di kisaran Rp 17.000 per liter dan minyak goreng kemasan Rp 17.500 per liter.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, menjelaskan, kenaikan harga minyak goreng pertama disebabkan karena gejala global akibat pasokan bahan baku untuk minyak nabati dunia ini menurun.

“Terjadi penurunan produksi CPO dari Malaysia angkanya kisaran 8 persen. kemungkinan produksi CPO dalam negeri di Indonesia juga akan turun, dari target 49 juta ton mungkin akan dihasilkan 47 juta ton,” kata Oke dalam diskusi Indef PEI 2022: Pemulihan di Atas Fundamental Rapuh, Rabu (24/11/2021).

Selain itu, Kanada sebagai pemasok minyak nabati untuk canola oil juga mengalami penurunan di angka 6 persen. Dengan hal ini maka harga minyak goreng dunia naik, sebab bahan baku tidak ada. Belum lagi ada krisis energi di beberapa negara, seperti di India, Eropa, China terjadi.

Faktor kedua, dari sisi internal Indonesia, entitas produsen minyak goreng di Indonesia belum terafiliasi dengan kebun sawit penghasil CPO. Maka produsen minyak goreng sangat tergantung pada harga CPO global.

“Yang harga CPO begitu meningkat dan ini menjadikan harga minyak goreng curah dan kemasan meningkat tajam,” ujarnya.

Berbicara terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng memang ada dikisaran Rp 11 ribu per liter. Namun pada saat penyusunan HET tersebut, harga CPO masih dikisaran USD 500-600 per metrik ton.

“Dan saat ini posisinya sudah di USD 1.365 per metrik ton, dan itu langsung berpengaruh karena entitas minyak goreng di kits itu ada 435 dna didominasi oleh ketergantungan CPO, karena tidak selalu produsen minyak goreng terafiliasi dengan kebun sawitnya, maka itulah yang menyebabkan kenaikan,” pungkasnya.