Sukses

Tak Ingin Banyak Impor Minyak, Menko Luhut Minta Cari Lapangan Migas Baru

Menko Luhut mengatakan, sektor minyak dan gas (migas) selama beberapa dekade terakhir jadi salah satu penyumbang pendapatan terbesar bagi Indonesia.

Liputan6.com, Bali Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, sektor minyak dan gas (migas) selama beberapa dekade terakhir jadi salah satu penyumbang pendapatan terbesar bagi Indonesia.

Sayangnya, Menko Luhut menyebut, Indonesia setiap tahunnya terlalu banyak mengimpor hasil migas yang berdampak negatif terhadap defisit transaksi berjalan (current account deficit). Menurut perhitungannya, negara mengeluarkan USD 20 miliar per tahun untuk impor minyak, dan USD 2,5 miliar untuk gas.

"Sementara Indonesia butuh 1,4 juta barrel minyak per hari. Sedangkan Indonesia hanya bisa memproduksi 700 ribu barrel minyak per hari. Artinya, kita hanya bisa menenuhi setengah kebutuhan dalam negeri," ungkap Luhut pada The 2nd IOG 2021, Senin (29/11/2021).

Padahal, Indonesia yang berada di lempeng tektonik semustinya punya banyak kekayaan energi dan mineral. Luhut menyatakan, lapangan migas potensial semustinya bisa ditemukan di banyak tempat.

"Pada hakikatnya, lapangan-lapangan yang telah ditemukan kemungkinan hanya sebagian kecil dari total potensi yang kita miliki. Karena itu, penemuan lapangan (migas) baru masih sangat memungkinkan," serunya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Inisiatif

Secara paralel, pemerintah hendak meningkatkan produksi lapangan migas melalui berbagai inisiatif. Sebagai contoh, melalui metode Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk memperpanjang usia produksi, terutama untuk lapangan lama.

Luhut menilai, metode EOR juga bisa dikombinasikan dengan teknologi Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS). Itu bisa mereduksi emisi karbon dioksida (COD) dan mendongkrak pemulihan lapangan minyak yang sudah habis.

"Meskipun begitu, kita perlu mempelajari lebih cermat penggunaan teknologi CCUS dan dampaknya untuk jangka panjang," ujar Luhut.