Liputan6.com, Jakarta Biaya logistik di Indonesia dinilai masih lebih mahal dari sejumlah negara kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Yakni mencapai 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal tersebut diungkapkan President, Commerce & Fintech Bukalapak Victor Lesmana. Dalam bahan paparannya, negara Asia Tenggara yang dimaksud ialah Malaysia dan Singapura.
Baca Juga
"Ini sebagaimana yang diestimasikan dari beberapa swasta, seperti World Bank atau IMF," ujarnya dalam Virtual Media Briefing di Jakarta, Selasa (39/11).
Advertisement
Victor menerangkan, mahalnya biaya logistik di tanah air lebih dikarenakan faktor geografis. Mengingat, letak Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
"(Biaya logistik mahal) Karena kesulitan geografis," ungkapnya.
Oleh karena itu, Bukalapak meminta persoalan biaya logistik tinggi tersebut diharapkan dapat segera dicari solusinya. Sehingga, tarif logistik di tanah air bisa lebih berdaya saing.
"Mengurangi biaya logistik ini mengurangi ini akan membantu membantu ketersediaan barang maupun akses yang selama ini sulit, khususnya di daerah terpencil," imbuhnya mengakhiri.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sri Mulyani Targetkan Biaya Logistik Indonesia Turun Jadi 17 Persen
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, gagasan hadirnya ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) diharapkan bisa menurunkan biaya logistik Indonesia. Dia menargetkan penurunan biaya logistik Indonesia dari 23,5 persen menjadi 17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dia mengakui, biaya logistik Indonesia masih lebih tinggi di antara negara-negara ASEAN lainnya, misalnya dengan Malaysia yang biaya logistiknya hanya 13 persen.
"Biaya logistik kita dibanding negara di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, ini dianggap lebih tinggi sehingga menyebabkan ekonomi Indonesia perlu terus diperbaiki kompetisinya," ujar Menkeu dalam Konferensi Pers Bersama Ekosistem Logistik Nasional secara virtual, Kamis (24/8).
Dia menjelaskan, sistem logistik Indonesia masih kompleks dan rumit. Kendati National Single Window yang menghubungkan 16 Kementerian/Lembaga sudah pernah dirintis, namun hal itu belum cukup membuat ekosistem untuk mempermudah sistem yang rumit ini.
National Single Window lebih fokus pada koordinasi antara Kementerian/Lembaga atau antara pemerintah, namun hubungannya dengan para pelaku usaha seperti importir, eksportir dan pelaku logistik lain belum terjadi dengan baik.
"Sehingga importir dan eksportir ini mereka harus melakukan beberapa submission, antara Kementerian/Lembaga dan banyak sekali proses ruwet itu," ujarnya.
Oleh karenanya, NLE diharapkan akan membuat kinerja logistik lebih efisien dan berkontribusi dalam meningkatkan daya kompetisi ekonomi nasional serta meningkatkan transparansi untuk menjadikan daya saing Indonesia menjadi lebih sehat.
Â
Advertisement