Liputan6.com, Jakarta - Urusan surat menyurat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang meminta agar meninjau ulang formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk 2022 mengundang berbagai komentar.
Salah satunya Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. Ia menilai langkah yang dilakukan Gubernur DKI Anies Baswedan tersebut keliru. Lantaran, rumus formula penetapan UMP ada di Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021, yang ditandatangani oleh Presiden, bukan oleh Menaker.
“Menurut saya, surat Anies ke Menaker adalah sebuah kekeliruan besar. Kenapa? karena tidak ada kewenangan Menaker untuk mengubah rumus formula penetapan UMP. Seharusnya Pak Anies berkirim surat ke Presiden, karena yang memiliki kewenangan untuk mengubah formula penetapan UMP adalah Presiden,” jelas Timboel, Selasa (30/11/2021).
Advertisement
Selanjutnya, Timboel menjelaskan, mengacu pada UU Cipta Kerja junto PP No. 36 Tahun 2021, sebenarnya yang memiliki kewenangan menetapkan UMP adalah Gubernur, dan oleh karenanya Gubernur Anies memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan UMP 2022 di DKI Jakarta.
Menurutnya, walaupun ada rumus formula penetapan UMP di PP No. 36 Tahun 2021, tetapi Gubernur Anies punya kewenangan untuk menetapkan UMP DKI lebih tinggi dari ketentuan rumus formula yang ada di PP No. 36 Tahun 2021.
“Sekarang masalahnya apakah Pak Anies berani atau tidak menetapkan UMP DKI di 2022 melebihi ketentuan formula di PP No. 36 tersebut? Pak Anies harusnya belajar dari keberanian Pak Jokowi yang pernah menetapkan UMP DKI naik 43 persen,” ujarnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Anies Baswedan Harus Berani
Demikian juga, Gubernur DKI itu harus belajar dari Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama periode tahun 2014 yang berani menetapkan kenaikan UMP DKI sebesar 11 persen.
Saat itu, Basuki yang akrab dipanggil Ahok ini menaikkan UMP ketika PP No. 78 tahun 2015 menetapkan kenaikan UMP berdasarkan penjumlahan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang saat itu nilainya sekitar 8 persen, dan pada PP No. 78 Tahun 2015 tersebut pun Upah minimum sudah ditetapkan sebagai program strategis nasional.
“Saya mendorong Pak Anies merevisi keputusannya tentang kenaikan UMP DKI di 2022, yaitu dengan menetapkan kenaikan UMP 2022 lebih besar nilainya dari ketentuan rumus yang ada di PP No. 36 Tahun 2021,” ujarnya.
Timboel meminta Anies Baswedan harus berani bersikap membela kaum buruh, dan jangan takut dengan Pasal 68 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Bukankah Pak Anies akan selesai menjadi Gubernur tanggal 16 Oktober 2022 dan ini artinya, kalau pun ada ancaman di Pasal 68 tersebut, tentunya prosesnya juga akan memakan waktu tidak cepat, dan prosesnya mungkin akan relatif bersamaan dengan selesainya Pak Anies sebagai gubernur DKI,” jelasnya.
Dia menyarankan, penetapan UMP 2022 ini merupakan kesempatan terakhir Anies Baswedan untuk menetapkan UMP, karena tahun depan Anies Baswedan akan selesai bertugas sebagai Gubernur dan tidak bisa lagi menetapkan UMP DKI untuk tahun 2023.
“Semoga Pak Anies memahami kewenangan hukumnya dalam menetapkan UMP DKI dan Pak Anies memiliki keberanian seperti Pak Jokowi dan Pak Ahok dalam menetapkan UMP DKI,” pungkas Timboel.
Advertisement