Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mendesak, pemerintah dan DPR untuk mampu selesaikan revisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) kurang dari dua tahun. Yakni, pada pertengahan 2022 mendatang.
Sarman menyatakan, tuntutan tersebut dilayangkan agar layanan bagi iklim usaha dan investasi bisa lebih optimal. Hal ini sebagaimana tujuan utama dari UU Cipta Kerja.
Baca Juga
"Jadi, harapan kami agar Pemerintah dan DPR dapat mempercepat proses perbaikan UU Cipta Kerja tersebut. Jika memungkinkan pertengahan tahun 2022 dapat selesai akan lebih baik, tidak perlu menunggu sampai dua tahun," ujarnya saat dihubungi Merdeka.com, Rabu (1/12).
Advertisement
Sarman menerangkan, saat ini, masih terdapat sejumlah aturan penting terkait kegiatan berusaha maupun investasi belum bisa diterapkan lantaran masih dalam proses penyusunan dan untuk sementara waktu harus dihentikan. Hal ini berkaitan dengan amar putusan MK yang menyatakan bahwa tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja selama belum terpenuhinya kewajiban untuk dilakukannya revisi.
Untuk itu, Sarman mewakili HIPPI mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi UU Cipta Kerja sebagaimana yang diputuskan oleh MK. Dengan begitu, sejumlah putusan penting dapat segera diberlakukan untuk mengoptimalkan layanan bagi kegiatan berusaha maupun investasi di Indonesia.
"Kami berharap aturan turunan yang belum sempat terbit namun sangat strategis bagi dunia usaha akan dapat dicarikan solusinya atau disiasati. Sehingga, tidak menghambat pelayanan kepada dunia usaha dan investasi sebagaimana tujuan UU Cipta kerja," tutupnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Putusan MK
Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis (25/11).
Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.
Advertisement