Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran sebesar Rp11 triliun untuk pelaksanaan program Kartu Prakerja pada tahun depan.
Febrio menuturkan jumlah anggaran untuk program Kartu Prakerja sebesar Rp 11 triliun tersebut masuk dalam 4,3 persen dari anggaran perlindungan sosial 2022 yang sebesar Rp203 triliun.
“Pada 2022 program Kartu Prakerja dilanjutkan. Skema pelaksanaannya semi bansos dan akan bersifat reguler dengan mempertimbangkan situasi yang makin kondusif,” katanya dalam Webinar Evaluasi Dampak Program Kartu Prakerja dikutip dari Antara, Rabu (1/12/2021).
Advertisement
Febrio menjelaskan nantinya program Kartu Prakerja akan dilanjutkan dengan adanya perbaikan seperti peningkatan tata kelola program secara transparan dan akuntabel.
Perbaikan ini juga dari sisi pengadaan barang atau jasa pemerintah termasuk verifikasi atas lembaga pelatihan yang diusulkan mitra platform.
Selanjutnya, efisiensi program Kartu Prakerja di era digital turut diikuti dengan modul pelatihan yang semakin variatif untuk memenuhi kebutuhan peserta baik formal maupun tidak formal.
“Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui bagaimana dampak dari suatu program,” ujarnya.
Sementara itu, Febrio menyebutkan secara kumulatif jumlah penerima program Kartu Prakerja sejak 2020 sampai 30 September 2021 sudah mencapai 12 juta orang yang tersebar di 34 Provinsi, 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Untuk alokasi program Kartu Prakerja pada 2020 adalah sebesar Rp20 triliun yang terealisasi melalui 11 batch dengan 5,9 juta penerima senilai Rp13,4 triliun.
Untuk tahun 2021, alokasi program Kartu Prakerja mencapai Rp21,2 triliun yang semula Rp20 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 5,7 juta orang dan realisasi per Oktober mencapai Rp9,42 triliun bagi 2,7 juta peserta.
Menurutnya, program Kartu Prakerja ini sekaligus merupakan inisiatif strategis pemerintah dalam penanganan COVID-19 sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Febrio mengatakan Kartu Prakerja kita tidak hanya menjadi sarana transfer dana dari pemerintah ke masyarakat namun turut menawarkan skill development.
"Ini menjadi fondasi dalam meraih kesempatan kerja yang lebih luas terutama pada saat kegiatan ekonomi masih seperti sekarang ini,” tegasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hasil Survei
Program Kartu Prakerja pun disebut mampu meningkatkan setidaknya empat manfaat bagi penerimanya, yakni dari sisi kebekerjaan, pelatihan dan kompetensi, ketahanan pangan dan layanan keuangan. Program ini bahkan mampu mendorong penerima manfaat untuk tidak mengambil pinjaman guna menutupi kebutuhan sehari-hari.
Fakta-fakta itu terungkap dalam hasil studi Impact Evaluation of Kartu Prakerja oleh Vivi Alatas (Asakreativita), Rema Hanna (Harvard Kennedy School), Achmad Maulana (Prospera), Benjamin Olken (MIT), Elan Satriawan (TNP2K), dan Sudarno Sumarto (TNP2K), dengan dukungan dari Pemerintah Australia, USAID, serta the Bill & Melinda Gates Foundation.
Ekonom TNP2K Elan Satriawan menjelaskan, studi tersebut dilakukan melalui penyebaran Survei Endline J-PAL secara daring dengan responden mencapai 47 ribu responden pendaftar Kartu Prakerja (penerima maupun non penerima) dari Agustus-Oktober 2021.
Selain data Survei Endline, analisis evaluasi dampak juga menggunakan Data Survei Nasional seperti SUSENAS September 2020 dan SAKERNAS Agustus 2020 yang digabungkan dengan data administratif Manajemen Pelaksana, bekerja sama dengan BPS dan TNP2K.
“Berdasarkan data Survei Endline, secara rata-rata, pendaftar yang memenuhi syarat dan menerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 4,7 poin persentase (pp) lebih tinggi untuk memiliki pekerjaan atau memiliki usaha daripada pendaftar yang memenuhi syarat dan tidak menerima program. Hasil ini menunjukkan peningkatan 8 persen dalam kebekerjaan,” kata Direktur Ilmiah J-PAL Asia Tenggara sekaligus Profesor Jeffrey Cheah of South-East Asia Studies, Harvard Kennedy School Rema Hanna.
Selain itu, pendaftar yang menerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 2,8 pp atau setara peningkatan 12 persen untuk berusaha sendiri, meningkatkan probabilitas 0,9 pp memiliki usaha atau peningkatan sebesar 30 persen, serta memiliki probabilitas 5,1 pp (18 persen) lebih tinggi untuk memulai pekerjaan baru sejak pengumuman gelombang pertama.
“Secara rata-rata, program Kartu Prakerja meningkatkan pendapatan dari semua pekerjaan sekitar Rp 122.500 per bulan. Hasil ini menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 10 persen pada penerima Kartu Prakerja,” ungkap Rema.
Dari sisi pelatihan dan kompetensi, Penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 11,7 pp (172 persen) lebih tinggi untuk menggunakan sertifikat pelatihan saat mencari pekerjaan. Mereka memiliki probabilitas 119,4 persen lebih tinggi untuk mengikuti pelatihan apa pun dalam beberapa bulan terakhir, termasuk pelatihan Kartu Prakerja dan non-Kartu Prakerja. Penerima Kartu Prakerja juga memiliki probabilitas 4,0 pp (10 persen) lebih tinggi untuk menggunakan internet untuk pekerjaan mereka.
Benjamin Olken, profesor ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) sekaligus Direktur J-PAL, yang juga menjadi penulis kajian penelitian ini, memaparkan bahwa dari aspek ketahanan pangan dan keuangan, penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 2,9 pp lebih tinggi untuk melaporkan bahwa mereka aman (secure) dari segi pangan, yang menunjukkan peningkatan ketahanan pangan sebesar 6 persen.
Menurutnya, sebanyak 54 persen penerima program melaporkan tidak pernah makan lebih sedikit dari biasanya dalam 3 bulan terakhir karena kesulitan keuangan, dibandingkan dengan 51 persen non-penerima.
“Para penerima Kartu Prakerja juga memiliki probabilitas 2,6 pp (8 persen) lebih rendah untuk mengambil pinjaman dalam 3 bulan terakhir untuk mengatasi kesulitan keuangan dan memiliki probabilitas 1,6 pp (21 persen) lebih tinggi untuk membeli aset dalam beberapa bulan terakhir,” ungkapnya.
Sementara itu, dari sudut pandang layanan keuangan, Penerimaan Kartu Prakerja meningkatkan kepemilikan e-wallet sebesar 27.8 poin persentase (53 persen). Sebanyak 80 persen penerima Kartu Prakerja memiliki akun e-wallet, dibandingkan dengan 52 persen non-penerima pada Survei Endline.
Selanjutnya, penerima Kartu Prakerja memiliki probabilitas 10,5 pp (40 persen) lebih tinggi untuk belanja online menggunakan e-wallet dalam sebulan ke belakang, dan Survei Endline juga menunjukkan peningkatan substansial dalam penggunaan e-wallet untuk kebutuhan lainnya.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengaku lega atas hasil positif dari Studi JPAL ini.
“Penelitian dapat dijadikan bukti bagi skeptisme terhadap Kartu Prakerja. Apalagi, ini merupakan studi yang dilakukan secara independen, bukan atas biaya dari Manajemen Prakerja,” tegasnya.Denni menyatakan, pihaknya melakukan berbagai inovasi sehingga mendapatkan outcome yang sangat baik seperti hasil Studi J-PAL ini.
“Kami menciptakan sistem yang mudah diakses. Layanan 100 persen digital yang didukung oleh cloud computing. Tapi teknologi hanya alat, butuh orang yang tepat untuk mengoperasikan, serta kebijakan yang tepat. Untuk itu kami memberikan apresiasi kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan seluruh tim Kemenko Perekonomian,” kata Denni.
Advertisement
Tenaga Kerja Kompeten
Tenaga Ahli Utama Deputi Perekonomian Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengingatkan bahwa dari Kartu Prakerja hadir pada sisi ‘supply’ ketenagakerjaan, yakni menyediakan tenaga kerja yang memiliki kompeten. Sedangkan untuk urusan penyerapan tenaga kerja, kaitannya pada penyediaan lapangan kerja, sebagaimana menjadi tujuan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja.
“Namun harus diingat, jangan semua dibebankan pada Kartu Prakerja. Program ini bukan menggantikan sisi pendidikan formal. Pelatihan dalam Program Kartu Prakerja adalah pelengkap pendidikan formal serta pelatihan-pelatihan lain yang sudah ada,” kata Edy.
Adapun penanggap diskusi lainnya, Ekonom Bank Dunia Maria Monica Wihardja menekankan peran Kartu Prakerja dalam meningkatkan probabilitas memiliki usaha. Temuan ini menurut Monica selaras dengan publikasi bertajuk the Covid-19 Digital Merchant Survey, yang menemukan bahwa penerima bantuan memanfaatkan insentif untuk berbagai hal seperti modal usaha, konsumsi, dan tabungan.
Bank Dunia baru-baru ini juga meluncurkan publikasi bertema Pathways to Middle Jobs in Indonesia. Dalam publikasi itu lembaga ini menyoroti bahwa Indonesia bukanlah negara yang tidak bisa menciptakan pekerjaan.
Persoalannya adalah, pekerjaan yang tercipta itu tidak pada sektor yang produktif sehingga tidak mampu mendorong pemilik usaha atau pekerja mandiri masuk dalam level kelas menengah.
“Saat ini di Indonesia ada 47 persen pekerja mandiri yang bersiap masuk ke level kelas menengah namun mereka belum bisa mencapai level itu,” kata Monica.
Merujuk fakta bahwa 90 persen angkatan kerja kita belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat, Kepala Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas Ekonomi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Raden Muhamad Purnagunawan, mengapresiasi hadirnya Kartu Prakerja sebagai jembatan peningkatan kapasitas angkatan kerja kita.
“Mengapa mayoritas angkatan kerja kita belum pernah ikut pelatihan? Masalahnya bisa jadi karena mereka tidak punya dana, atau pelatihannya tidak ada yang sesuai. Di sinilah Kartu Prakerja memberikan kemampuan untuk membayar ikut pelatihan dan juga memberikan pilihan pelatihan yang banyak,”
Purnagunawan menekankan bahwa kita punya banyak sistem beasiswa pendidikan, tapi beasiswa pelatihan masih sangat sedikit. “Padahal pengembangan skill melalui pelatihan secara digital ini masih sangat luas kemungkinannya untuk ditingkatkan,” pungkasnya.