Liputan6.com, Jakarta - Para petinggi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) meradang kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pemicu kemarahan para petinggi lembaga legislatif ketika Sri Mulyani tidak pernah datang saat diajak rapat.
Padahal rapat tersebut disebut-sebut sangat penting bagi MPR. Salah satu agenda terkait pemotongan anggaran. Para pimpinan MPR ingin mempertanyakan langsung ke Sri Mulyani mengenai alasan anggaran disunat dan bagaimana ke depannya. MPR beralasan memiliki beberapa program penting.
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersuara jika pimpinan MPR meminta Sri Mulyani menghargai hubungan antar lembaga tinggi negara. Menkeu beberapa kali tidak datang memenuhi undangan rapat dari pimpinan MPR dan Badan Penganggaran MPR, tanpa adanya alasan yang jelas.
Advertisement
Padahal, menurut pria yang akrab dipanggil Bamsoet ini, kehadiran Sri Mulyani sangat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR. Diketahui, MPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang diisi 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.
"Sebagai Wakil Ketua MPR RI yang mengkoordinir Badan Penganggaran, Pak Fadel Muhammad merasakan betul sulitnya berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Sudah beberapa kali diundang oleh Pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," tegas Bamsoet dikutip dari laman instagram, Kamis (2/12/2021).
Bamsoet menjelaskan, beberapa kali Badan Anggaran MPR juga mengundang Sri Mulyani rapat untuk membicarakan refocusing anggaran penanggulangan Covid-19. Tetapi setiap diundang tidak hadir. Padahal, MPR senantiasa mendukung berbagai kinerja pemerintah dalam menangai pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional.
"Jadi, selain mendukung pemerintah menggencarkan vaksinasi kesehatan memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, MPR RI juga terus menggencarkan vaksinasi ideologi melalui Sosialisasi Empat Pilar MPR RI untuk mencegah sekaligus memutus mata rantai penyebaran radikalisme dan demoralisasi generasi bangsa," tutur dia.
Minta Dipecat
Bahkan, saking kecewanya, Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad melontarkan pernyataan meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Sri Mulyani.
"Maka kami, ini atas nama pimpinan MPR Republik Indonesia mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk memberhentikan saudari Menteri Keuangan," kata Fadel saat memberikan keterangan pers kepada wartawan pada Selasa, (30/11/2021).
Mengutip Buku III Himpunan RKA/KL 2022, pada tahun 2021, alokasi APBN MPR adalah sebesar Rp 750,9 miliar.
Namun memperhatikan perkembangan kondisi tahun 2021 dalam rangka mengamankan program vaksinasi nasional, penanganan pandemi covid-19, dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat serta percepatan pemulihan ekonomi nasional, pagu MPR dilakukan refocusing dan realokasi.
Anggaran yang tadinya sebesar Rp 750,9 miliar tersebut mengalami refocusing dan realokasi sebesar Rp 19,2 miliar, sehingga outlook diperkirakan menjadi sebesar Rp 657,0 miliar.
Pada RAPBN Tahun 2022, alokasi MPR direncanakan sebesar Rp 695,7 miliar. Pagu MPR seluruhnya berasal dari rupiah murni. Anggaran tersebut direncanakan untuk 2 program.
Pertama, program Penyelenggaraan Lembaga Legislatif dan Alat Kelengkapan sebesar Rp 451,0 miliar. Alokasi ini direncanakan untuk membiayai kegiatan MPR RI dan alat kelengkapannya.
Kedua, program Dukungan Manajemen sebesar Rp 244,7 miliar. Alokasi ini direncanakan untuk membiayai gaji, tunjangan dan operasional Pimpinan MPR RI, honorarium staf khusus pimpinan, tenaga ahli pimpinan dan Fraksi/Kelompok; publikasi, dan peliputan. Lalu, pelaksanaan berbagai kegiatan teknis dan administrasi bagi Sekretariat Jenderal MPR RI.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembelaan Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani Indrawati pun langsung angkat bicara mengenai ketidakhadirannya dalam setiap undangan yang dilayangkan MPR.
“Sehubungan dengan pernyataan pimpinan MPR mengenai ketidakhadiran Menteri Keuangan dalam undangan rapat dengan pimpinan MPR membahas anggaran MPR, dapat dijelaskan sebagai berikut,” tulis Sri Mulyani seperti dikutip dari akun Instagram @smindrawati, Kamis(2/12/2021).
Bendahara negara itu menjelaskan, penolakan undangan yang dimaksud Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah undangan rapat dua kali. Pertama pada 27 Juli 2021 yang bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri, sehingga diwakili Wakil Menteri Keuangan.
Undangan selanjutnya tertanggal 28 September 2021, bersamaan dengan rapat Banggar DPR membahas APBN yang mengharuskan Menkeu hadir, dengan demikian diputuskan rapat dengan MPR ditunda.
Lebih lanjut, mengenai anggaran MPR, Sri Mulyani mengingatka jika pada 2021, Indonesia menghadapi lonjakan Covid-19 akibat varian Delta. Seluruh anggaran Kementerian/Lembaga harus dilakukan refocusing 4 kali.
“Tujuannya adalah untuk membantu penanganan Covid-19 dikarenakan biaya rawat pasien yang melonjak sangat tinggi (dari Rp 63,51 triliun menjadi Rp 96,86 triliun), akselerasi vaksinasi (Rp 47,6 triliun), dan pelaksanaan PPKM di berbagai daerah,” jelas Menkeu.
Sehingga, anggaran juga difokuskan membantu rakyat miskin dengan meningkatkan bansos, membantu subsidi upah para pekerja dan membantu UMKM akibat mereka tidak dapat bekerja dengan penerapan PPKM level 4.
Tak Cuma MPR Dipotong
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun menjelaskan duduk perkara pemangkasan anggaran tersebut. Menurutnya, semua kementerian dan lembaga memang mengalami pemotongan anggaran sebagai dampak dari refocusing.
Solusi anggaran mengikuti mekanisme APBN yang berlaku yang dikoordinasikan dengan Badan Anggaran DPR RI.
“Semua instansi dipotong. Solusi anggaran mengikuti mekanisme APBN yang berlaku. Nanti dikoordinasikan juga dengan Badan Anggaran DPR,” kata Yustinus saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (2/12/2021).
Tak tanya MPR, seluruh kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian juga dipotong. Contohnya adalah Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial (KY), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Selain itu Arsip Nasional, Badan Intelejen Negara (BIN), Badan Penanggulangan Bencana, Badan Narkotika Nasional, Perpustakaan Nasional, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kepolisian Negara RI, dan lainnya.
Advertisement
Kekanak-kanakan
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pernyataan pimpinan MPR yang meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencopot Sri Mulyani sebagai sikap kekanak-kanakan.
"Permintaan MPR agar Presiden mencopot Sri Mulyani nampak berlebihan, jika tak mau disebut kekanak-kanakan. Disebutkan bahwa anggaran untuk MPR terus menurun. Walau benar anggaran berkurang, tetapi hal itu tak lantas menjadi tanggung jawab Menkeu seorang," ujar Lucius saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (2/11/2021).
Diingatkan jika anggaran negara tentunya tidak diputuskan oleh Menteri Keuangan saja. Ada proses pembahasan di DPR bersama dengan Pemerintah dan hal tersebut mesti menjadi pertimbangan MPR saat mempersoalkan anggaran.
"Lagian pengurangan anggaran untuk lembaga selama dua tahun terakhir bukan gaya-gayaan Menkeu. MPR tahu betul bahwa lantaran situasi pandemi, pemerintah membutuhkan anggaran banyak untuk mengatasinya hingga ke dampak-dampak lanjutannya terhadap perekonomian warga," jelas dia.
Pemerintah perlu mencari jalan keluar dalam mengatasi dampak merosotnya perekonomian masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sebab itu, ada upaya realokasi dan refocusing yang membuat sebagian anggaran lembaga juga kementerian menjadi dialihkan.
"Dalam konteks itu sulit memahami bahwa MPR masih bisa menuntut anggaran untuk mereka sendiri di tengah tuntutan rakyat untuk bisa terpenuhi kebutuhannya. Bagaimana bisa kepedulian MPR tak menjangkau situasi nyata tersebut tetapi hanya pada urusan kenyamanan dan kenikmatan mereka sendiri," kata Lucius.
Terkait Sri Mulyani yang dinilai tidak menghormati MPR sebab selalu berhalangan hadir saat rapat bersama, Lucius berpendapat, sebuah alasan yang berlebihan jika dianggap sebagai pelecehan terhadap lembaga negara.
Hak Prerogatif
Terkait konflik ini, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno enggan menanggapi pernyataan petinggi MPR yang meminta Presiden Jokowi memberhentikan Sri Mulyani.
Pratikno mengatakan pengangkatan dan pergantian menteri merupakan hak prerogatif Presiden. "Kalau itu kan urusannya presiden mengenai pengangkatan dan seterusnya, pergantian menteri," kata Pratikno kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai pernyataan pimpinan MPR yang meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani dicopot justru membuat lembaga itu terkesan hanya memikirkan diri sendiri.
Meski pernyataan MPR itu biasa saja, namun alasan MPR meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi memecat Sri Mulyani cenderung subjektif.
"Biasa saja, walaupun saya katakan ya kesan dari masyarakat lembaga ini terlalu memikirkan diri sendiri," kata Hendri saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (2/12/2021).
Sebagai lembaga legislatif, MPR sah-sah saja menegur atau memberi usulan kepada pemerintah. Hendri menyebut, baik Sri Mulyani maupun MPR memiliki citra yang sejajar di mata masyarakat.
Hanya saja, dia heran MPR yang jarang bersuara tiba-tiba meminta agar Jokowi memberhentikan Sri Mulyani. Terlebih salah satu yang dipermasalahkan adalah anggaran MPR yang terus turun.
Duduk Bersama
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengajak semua pihak untuk melihatnya secara terbuka, tidak emosional dan kepala dingin.
Dikatakan situasi saat ini berkaitan dengan anggaran. Di mana, tidak hanya MPR saja yang terpangkasa anggarannya, DPR dan DPD juga mengalami penurunan karena pandemi COVID-19.
"Karena pandemi COVID-19 ini memberikan tekanan yang sangat berat kepada penerimaan negara. Diharapkan, dari pemerintah ada upaya-upaya yang serius dari sisi alokasi anggaran ini supaya tidak berlebihan," kata Misbakhun, dikutip Kamis (2/12/2021).
"Saya memahami juga ada program-program di MPR RI yang mungkin tidak bisa berjalan karena kekurangan anggaran tersebut. Tapi, ini harus menjadi upaya bersama, mana yang menjadi skala prioritas, mana yang menjadi hal-hal serius yang harus diutamakan dalam pelaksanaan (penganggaran)," imbuhnya.
Kemudian terkait permintaan untuk mengganti Menteri Keuangan, Misbakhun menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan hak prerogatif Presiden.
Maka dari itu, dia tidak bisa memberikan komentar terkait hal tersebut. "Mengangkat dan mengganti Menteri itu adalah hak prerogatif Presiden sepenuhnya," jelas Misbakhun.
Advertisement
Terkait BLBI?
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebutkan, masyarakat tak akan terlalu mempersoalkan kisruh ini.
Dampak yang kemungkinan akan terjadi, masyarakat kemungkinan menilai MPR menjadi arogan dengan tidak memahami kondisi Covid-19.
“Rakyat ini akan melihat MPR bahwa MPR ini terkesan arogan,” katanya kepada Liputan6.com, Kamis (2/12/2021).
Sementara itu, terkait permintaan pimpinan MPR kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan, Trubus menilai hal itu jadi hak prerogatif presiden.
“Yang jelas, kinerja Menkeu itu kan saat ini bagus, dalam menjaga kestabilan keuangan negara selama pandemi Covid-19,” kata dia.
Hal senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi Sugandi.
Ia menilai permintaan pimpinan MPR bersifat rekomendasi dan tak bisa menjadi penentu pencopotan seorang menteri.
“Nah dalam kasus ini saya lihat sebetulnya ini masalah komunikasi aja ya, saya lihat juga Menkeu sudah melakukan klarifikasi,” kata dia.
Yogi menilai bahwa pernyataan yang dikeluarkan oleh pimpinan MPR itu sebatas emosi sesaat dan tak bisa dipersoalkan lebih lanjut.
Perihal anggaran yang dipotong, dikatakan memang sudah seharusnya lebih dipentingkan kepada urusan penanganan Covid-19.
Sementara itu, lebih jauh Trubus menduga kalau pernyataan yang dilayangkan pimpinan MPR kepada Menkeu Sri Mulyani sarat kepentingan politis. Sehingga soal ini tak bisa jadi dasar untuk ditindaklanjuti oleh presiden.
Dia menduga hal ini ada kaitan dengan kasus pengambilalihan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belakangan gencar dilakukan Sri Mulyani.
Sehingga Trubus mengatakan bahwa pernyataan pimpinan MPR itu bisa disebut sebagai ‘serangan balik’ terhadap Sri Mulyani yang gencar mengejar aset-aset negara dari kasus BLBI.