Liputan6.com, Jakarta Petani tembakau dan pekerja pelinting tengah ketar-ketir mengenai dampak kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022.
Baca Juga
Pasalnya, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) dikhawatirkan berdampak pada kelangsungan mata pencaharian pekerja SKT dan termasuk petani tembakau yang terlibat langsung dalam segmen ini.
Advertisement
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta Waljid Budi Lestarianto menilai rencana kenaikan tarif cukai pada 2022 akan memberatkan kehidupan para pekerja di masa pandemi Covid-19.
“Khususnya di sektor sigaret kretek tangan yang padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja,” katanya kepada wartawan, Jumat (3/12/2021).
Berdasarkan data organisasinya, sebanyak 60.800 anggota RTMM yang bekerja di industri rokok khususnya SKT telah kehilangan pekerjaan.
Dampak kenaikan cukai rokok terhadap para pekerja IHT yang rata-rata perempuan dengan pendidikan terbatas ini dinilai akan sangat besar jika tarif cukai SKT dinaikkan pada 2022.
“Mereka akan terancam kehilangan pekerjaan lantaran permintaan pasar terhadap produk SKT yang menurun,” katanya.
Sementara itu dari sisi petani tembakau, Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Triyanto menyatakan keterkaitan pekerja SKT dan petani tembakau ibarat mata rantai yang menyatu.
“Kalau cukai tembakau naik rantai itu bisa putus, petani dan pekerja mau dikemanakan?” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak ke Petani
Dia menilai kenaikan cukai SKT akan berdampak sekali pada petani tembakau dan pekerja SKT.
“Kenaikan cukai bisa menyebabkan pabrikan mengurangi produksi sehingga bahan baku tembakau tidak laku,” katanya.
Selama ini, tembakau petani paling banyak diserap segmen SKT sehingga kenaikan cukai akan berdampak besar pada sektor ini.
“Kalau pabrik mengurangi produksi, bisa ada PHK juga,” ujarnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menjelaskan bahwa sektor SKT menyerap banyak tembakau lokal.
“Kenaikan cukai SKT akan menurunkan produksi sehingga bahan baku tembakau juga menurun penyerapannya,” katanya.
Ini yang membuat pihaknya berharap agar cukai SKT tidak dinaikkan sama sekali. Hal ini akan membangkitkan semangat para petani dan pekerja untuk kembali bergairah khususnya dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Advertisement