Liputan6.com, Jakarta Perkembangan industri Financial Technology (Fintech) dan E-Commerce saat ini memang masih menjadi industri yang paling menjanjikan. Meski telah terjadi gelombang ke-2 pandemi, di sepanjang 2021, untuk E-Commerce tetap dapat berkontribusi sebesar 75 persen terhadap ekonomi digital.
Sedangkan di industri Fintech, khususnya untuk Fintech Pendanaan Bersama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat di akhir Oktober 2021 ini, penyaluran pinjaman Fintech Pendanaan Bersama ke masyarakat telah mencapai Rp 272,43 triliun dan nilai pendanaan yang masih berjalan (outstanding pinjaman) adalah sebesar Rp 27,91 triliun.
Baca Juga
Momentum pertumbuhan dari 2 industri tersebut diproyeksi akan terus meningkat di tahun 2022, dan diyakini dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi Indonesia setelah masa pandemi.
Advertisement
Berbicara di acara webinar bertema Kolaborasi Fintech Pendanaan Bersama dan E-Commerce Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional, Akademisi sekaligus Guru Besar FEB Universitas Padjadjaran, Prof. Ilya Avianti mengatakan, saat ini Fintech berkontribusi penuh terhadap pemulihan ekonomi, karena Fintech memberikan layanan keuangan kepada pasar yang tidak tersentuh oleh keuangan tradisional/konvensional yang banyak memiliki persyaratan dan memakan prosedur yang lama.
"Fintech juga dapat dikatakan sebagai game changer, yang merubah cara berpikir, satu hal lagi, Fintech juga merupakan penggerak utama ekonomi, yang bisa menolong ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk-puruknya saat pandemi,” katanya, Sabtu (4/12/2021).
Turut hadir dan menjadi pembicara dalam webinar tersebut adalah Kevin Tigana Tarigan, Senior Lead Public Policy and Governance Relations Tokopedia, Rony Wijaya, Wakil Ketua Bidang Manajemen Resiko dan Teknologi AFPI dan Budi Primawan, Wakil Ketua Umum idEA.
Kehadiran e-commerce tak dipungkiri menjadi salah satu elemen penting dalam mendorong pemulihan ekonomi, kehadirannya pada era pandemi telah mengubah perilaku masyarakat dalam berbelanja, pola konsumsi konvensional bergeser kepada cara yang lebih praktis dan cepat, salah satunya adalah pemanfaatan internet melalui smartphone.
Perilaku ini mengakibatkan menjamurnya toko-toko online, e-commerce dan marketplace. Perputaran uang lewat platform ini juga cukup fantastis.
Sebuah biro lembaga konsultasi global, memproyeksikan nilai pasar e-commerce Indonesia akan mencapai sekitar Rp 910 triliun di 2022, bisa dikatakan angka tersebut meningkat delapan kali lipat dibandingkan 2017 yang nilainya hanya sekitar Rp 112 triliun.
Senior Lead Public Policy and Governance Relations Tokopedia Kevin Tigana Tarigan menjelaskan, berdasarkan survei dilakukan oleh LPEM FEB UI, saat ini Tokopedia memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif setiap bulannya dengan 11 juta dan 500 juta produk yang ditawarkan tiap hari dan yang menarik adalah 86,5 persen orang-orang yang berjualan adalah pebisnis baru.
"Sekarang banyak orang sudah punya akses ke internet dan kami juga berusaha mengerti kebutuhan mereka serta mengedukasi bagaimana cara mengembangkan modal usaha dengan Fintech dan mengelola hutang dengan baik. Sebagai bagian dari ekosistem Fintech, kedepannya Tokopedia juga sangat ingin berkolaborasi dengan ekosistem lainnya dari AFPI, idEA maupun OJK dalam meliterasi masyarakat Indonesia,” paparnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemulihan Ekonomi 2022
Sementara itu, menurut Rony Wijaya sebagai Wakil Ketua Bidang Manajemen Resiko dan Teknologi AFPI, fintek adalah institusi yang mudah beradaptasi, penggunaan teknologi kita harus tinggi dan mendalam untuk mengenali masyarakat yang dilayani. Hal Ini memegang peran penting untuk mempermudah jalan menuju ke pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2022.
"Namun, peran ini tentu saja tidak dapat dipegang oleh perusahaan Fintech saja, akan tetapi harus melibatkan semua pelaku di ekosistem pasar dan keuangan digital Indonesia, sehingga kolaborasi antar pihak sangat penting, baik untuk pendanaan, pengalaman berjualan UMKM, dan pengalaman berbelanja konsumen di ruang digital,” tambah dia.
Lebih lanjut Rony menambahkan, dengan transformasi digital yang mengarah ke lebih baik ini, AFPI juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan literasi digital dan memproteksi konsumen agar tidak memiliki peminjaman berlebih karena tidak bagus untuk konsumen dan tidak sustainable untuk pihak manapun di ekosistem.
Walaupun Fintech memberikan sebuah kemudahan yang lebih cepat dari pembiayaan non-konvensional, namun AFPI juga akan memastikan bahwa pinjaman yang disalurkan tidak melebihi dari kemampuan pembayaran sang calon peminjam.
"Sehubungan dengan hal tersebut, AFPI telah membuat kerangka kerja Perlindungan Konsumen yang terdiri: Code of Conduct, Komite Etika dan Saluran Pengaduan Konsumen (Jendela), untuk memberikan perlindungan dan edukasi kepada masyarakat demi meningkatkan literasi tentang Fintech Pendanaan Bersama,” kata Rony.
Advertisement