Sukses

Menteri Tjahjo: ASN Jangan Berkomunikasi dengan Kelompok Radikal, Ingat Ada Jejak Digital!

Radikalisme dan terorisme merupakan dua tantangan bangsa yang harus dilawan bersama oleh aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Liputan6.com, Jakarta - Radikalisme dan terorisme merupakan dua tantangan bangsa yang harus dilawan bersama oleh aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo juga meminta PNS untuk menjauhi segala hal yang memiliki keterkaitan dengan radikalisme dan terorisme.

"Prinsipnya adalah PNS tidak boleh berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Terlebih untuk calon pejabat pimpinan tinggi (PPT) madya. Walaupun sudah memenuhi kriteria, jika memiliki indikasi terpapar radikalisme dan terorisme, mohon maaf tidak bisa," tegasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (7/12/2021).

Lebih lanjut, Tjahjo menjelaskan, indikasi terpapar radikalisme dan terorisme dapat diketahui melalui jejak digital. Jejak digital tersebut bukan hanya berlaku terhadap ASN, namun juga kepada pasangan dari PNS tersebut, baik suami maupun istri.

PNS harus sangat berhati-hati dalam berselancar di dunia maya, baik melalui media sosial maupun melalui aplikasi pertukaran pesan. Terlebih, pemerintah memiliki akses jejak digital terhadap para PPT, sehingga jejak digital yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme dapat dengan mudah terdeteksi.

Oleh karenanya, ASN dan pasangannya harus saling mengawasi dan saling mengingatkan untuk menjauhi radikalisme dan terorisme.

"Jangan berkomentar menjelek-jelekkan pemerintah atau anti-pemerintah, maupun mengikuti dan berkomunikasi dengan kelompok radikalisme dan terorisme. Ingat, ada jejak digital. PNS harus tegak lurus terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan pemerintah," imbuh Tjahjo.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Penanganan Radikalisme

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan untuk mewujudkan birokrasi pemerintah yang bebas dari paham radikalisme. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah melalui Kementerian PANRB dan instansi lain telah mengeluarkan berbagai kebijakan agar ASN dapat terhindar dari paham radikalisme dan terorisme.

Pada 2019, sebanyak sebelas kementerian dan lembaga mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan.

Kesebelas instansi pemerintah tersebut adalah Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi ASN.

Sebagai bentuk pengawasan terhadap ASN oleh masyarakat, PNS yang dicurigai dan terindikasi terpapar paham radikalisme dan terorisme dapat diadukan oleh masyarakat melalui portal aduanasn.id dengan bukti.

Kemudian, pada 2020 Kementerian PANRB telah meluncurkan aplikasi ASN No Radikal, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN. Aplikasi ini ditujukan untuk penyelesaian kasus PNS yang terpapar radikalisme oleh Pejabat Pembuat Keputusan (PPK) secara elektronik.

Pada 2021, Kementerian PANRB dan BKN juga mengeluarkan SE Bersama tentang Larangan bagi PNS untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.

Dalam SE dijelaskan ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang terlibat dalam paham radikalisme.