Sukses

Sri Mulyani Kupas Tuntas Alasan Lahirnya UU HKPD

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan latar belakang diusulkannya Undang-Undang Hubungan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) ke legislatif.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan latar belakang diusulkannya Undang-Undang Hubungan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) ke legislatif.

Menurut Sri Mulyani pelaksanaan desentralisasi fiskal selama 2 dekade masih belum optimal. Terjadi peningkatan anggaran transfer ke daerah namun tidak sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

"Peningkatan transfer ke daerah dari tahun 2013 sebesar Rp 528 triliun menjadi Rp 95 triliun pada 2021 tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal," ungkap Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna Ke-10 di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (7/12).

Sri Mulyani menjelaskan, selama ini penyerapan anggaran di daerah lebih banyak dihabiskan untuk belanja pegawai. Setidaknya mencapai 64,8 persen digunakan untuk belanja pegawai. Selain itu penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditujukan untuk belanja modal, nyatanya masih minim digunakan.

Hasil evaluasi yang dilakukan Sri Mulyani menunjukkan kemapuan daerah dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam 3 tahun terakhir baru mencapai 24,7 persen. Belanja daerah juga masih belum fokus dan efisien. Tercermin dari adanya 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan.

"Pola eksekusinya yang masih business us usual, selalu bertumpu pada triwulan keempat dan mendorong cash balance di daerah," kata dia.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pemanfaatan Anggaran

Pemanfaatan anggaran yang masih terbatas mengakibatkan pembangunan daerah juga masih terbatas. Apalagi sinergi pembangunan di daerah seringkali tidak sejalan dan tidak berjalan maksimal.

Maka dari itu, Sri Mulyani menilai hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu diperkuat dengan memiliki payung hukum. Sehingga bisa menjaga kesinambungan dari hasil kebijakan APBN dan APBD. Sebab selama ini terjadi capaian output dan outcome yang tidak merata. Akibatnya terjadi ketimpangan antar daerah yang sangat tinggi.

"Dari sisi IPM (Indeks Pembangunan Manusia) ada yang rentangnya tertinggi 86,6 di Yogyakarta dan ada IPM yang terendah di Kabupaten Nduga yang hanya 31,5," ungkap dia.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, maka diperlukan kebijakan baru yang berorientasi pada kinerja dan kapasitas daerah dalam peningkatan pelayanan publik. Caranya dengan kolaborasi dan mendukung pembangunan nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan dan pelayanan masyarakat.

Sehingga usulan UU HKPD dibuat tidak hanya untuk kepentingan kebijakan fiskal, melainkan bagian dari reformasi kebijakan secara menyeluruh. Selain itu, kebijakan yang baru disahkan DPR ini perlu dipahami sebagai upaya bersama dalam meningkatkan desentralisasi fiskal.

"Ini semata untuk mewujudkan pelayanan publik dan kesejahteraan yang lebih baik, bukan re-sentralisasi," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com