Sukses

UU HKPD Disahkan, Kapan Mulai Berlaku?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan waktu penerapan Undang-undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD) pasca diteken oleh Paripurna DPR RI Selasa (7/12/2021).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan waktu penerapan Undang-undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD) pasca diteken oleh Paripurna DPR RI Selasa (7/12/2021). Ia menyebut ada waktu sebelum aturan dalam undang-undang tersebut mulai berlaku.

Ia menyampaikan bahwa penerapan UU HKPD ada yang bersifat transisi hingga lima tahun yang detailnya akan dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan menyusul pengesahan UU tersebut.

“PP turunan UU HKPD harus ditetapkan dua tahun setelah diundangkan,” katanya dalam Konferensi Pers, Selasa (7/12/2021).

Ia juga mengatakan, aturan terkait Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) akan segera diterapkan dalam waktu dekat.

“DAU dan DBH akan dilaksanakan untk tahun 2023, untuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling lambat dilaksanakan dua tahun sesudah undang-undang ini di undnagkan,” katanya.

“Untuk opsion PKB dan BBNKB paling lambat dilaksanakan tiga tahun sesuai undag-undang ini diundangkan,” imbuhnya.

Sri Mulyani menyebut ada empat pilar penting yang termuat dalam UU HKPD ini. Pertama, mengembangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal.

Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya yang efisien, ketiga kualitas belanja, keempat harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Dana Bagi Hasil

Melalui pelaksanaan UU HKPD ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kapasitas pendapatan Pemerintah Daerah. Misalnya Dana Bagi Hasil (DBH) akan dilakukan beberapa perubahan sesuai dengan aspirasi beberapa daerah yang sekarang terutama dari natural resources.

Hasil dari sumber daya yang dikelola biasanya dibagikan untuk daerah origin atau penghasil dan daerah non penghasil tapi di provinsi yang sama. Kini, DBH akan diberikan juga untuk daerah perbatasan meski dalam provinsi yang berbeda.

“Kita juga memberikan kepada daerah pengolah kemudian DBH diberikan berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Misal, DBH cukai hasil tembakau atau DBH rokok naik dari 2 persen menjadi tiga persen, dan juga kita meningkatkan DBH untuk PBB dari 90 persen jadi 10 persen semuanya untuk daerah,” kata dia, dalam konferensi pers, Selasa (7/12/2021).

DBH lain juga dibuka oleh undang-undang ini, yakni DBH berbasis pada perkebunan kelapa sawit. Kemudian pengalokasian DBH juga dikaitkan dengan kinerja  dengan berbagai perubahan daerah akan mendapatkan tambahan DBH sebesar 2,73 persen atau setara Rp 2,97 triliun.

“Naik dari Rp 108,2 triliun menjadi Rp 111,17 triliun untuk 2021,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Dana Alokasi Umum

Sementara itu, untuk Dana Alokasi Umum (DAU) fokusnya adalah agar Pemda melayani masyarakat dengan layanan yang sama kualitasnya dimanapun. Hal ini bisa diartikan sebagai penyamaan standarisasi pelayanan. Tujuannya, untuk menciptakan adanya pemerataan secara horizontal, antar pemerintah daerah pada tingkat yang sama.

“Kita akan minta daerah untuk melakukan penghitungan kebutuhan yang lebih presisi dari sisi unit cost untuk pelayanan dari DAU juga tak sama di semua daerah, namun kita perhatikan jumlah penduduknya, kondisi daerah dan karakteristik khusus daerah tersebut, dan track record daerah tersebut,” tuturnya.

Sri Mulyani menyebut DAU sendiri akan ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat kelurahan. Misalnya, untuk daerah desa telah memiliki dana desa, untuk kelurahan di kota juga akan diberikan dana serupa. Prosesnya akan dilakukan transisi selama lima tahun.

“Kinerja daerah akan sangat penting dalam pengelolaan DAU ini, untuk pajak dan retribusi daerah, adanya penurunan jumlah jenis pajak dan retribusi namun bukan untuk menurunkan pendapatan, justru meningkatkan pendapatan daerah,” katanya.

Penyederhanaan yang dilakukannya melalui UU HKPD ini untuk mereduksi biaya administrasi untuk biaya kepatuhan.

Sementara untuk retribusi perkebunan kelapa sawit, dengan bentuk retribusi pengendalian perkebunan kelapa sawit akan diatur kemudian melalui Peraturan Pemerintah (PP) bagi daerah yang berstatus pusat perkebunan kelapa sawit.

“kemudian, PKB dan Biaya Bea Balik Nama antara provinsi dan kota untuk menambah pendapatan di daerah kabupaten kota tanpa menambah beban kepada wajib pajak,” katanya.