Sukses

Harga Minyak Goreng Curah Lebih Murah, Bagaimana Kualitasnya?

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membatalkan larangan penjualan minyak goreng curah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membatalkan larangan penjualan minyak goreng curah.

Rencananya, peredaran minyak goreng curah bakal disetop per 1 Januari 2022. Namun keputusan itu ditarik dengan berbagai alasan, seperti kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) hingga daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan izin penjualan minyak goreng curah ini turut mengacu pada kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang di pasar internasional kini berkisar USD 1.305 per ton, atau naik 27,7 persen dibanding awal 2021.

"Itu memicu kenaikan harga minyak goreng curah saat ini yang rata-rata nasionalnya di angka Rp 17.500 per liter, dan yang kemasan di atas Rp 19 ribu per liter," papar dia.

Kebijakan ini dikritisi oleh pengusaha minyak nabati yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia. Asosiasi menilai, peredaran minyak goreng curah sejauh ini masih tidak terkontrol oleh pemerintah.

"Persoalannya adalah tidak ada kontrol di pasar akan kualitas JDU (Jelantah Daur Ulang). Ini yang harusnya bisa dilakukan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Liputan6.com, Sabtu (11/12/2021).

Padahal, Sahat mengatakan, minyak goreng curah mengandung zat beracun (toksin) dari hasil daur ulang minyak goreng kemasan yang telah dipakai, sehingga berpotensi membahayakan tubuh konsumen.

"Harusnya daur ulang yang mengandung toksin untuk makanan itu adalah pidana, meracuni orang dengan sengaja," tegas dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Minyak Jelantah

Sahat berasumsi, minyak jelantah tersebut mungkin berasal dari penggorengan bahan berminyak yang tidak halal. Zat tersebut kemudian bakal menetap pasca didaur ulang menjadi minyak goreng curah.

"Pengumpul minyak jelantah tidak pernah tahu apakah minyak bekas yang dikumpulkan itu, baik dari restauran, hotel, katering, atau dari perumahan adalah halal atau tak halal," tuturnya.

"Nah, minyak jelantah ini yang didaur ulang untuk menjernihkan warna dan kotoran-kotoran," pungkas dia.