Sukses

Mata Uang Turki Lira Anjlok Lagi, Nilainya Hanya Separuh dari Awal 2021

Mata uang Turki Lira kembali jatuh ke rekor terendah.

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang Turki, yaitu Lira kembali jatuh ke rekor terendah di tengah kekhawatiran bank sentral akan memotong suku bunga lebih lanjut akhir pekan ini.

Pada satu titik, penurunan itu hampir mencapai 7 persen hanya di bawah 15 terhadap dolar, tetapi pulih sedikit setelah bank melakukan intervensi di pasar untuk menopangnya, seperti dikutip dari BBC, Selasa (14/12/2021).

Mata uang lira sekarang bernilai sekitar setengah nilainya di awal tahun.

Diketahui bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mendorong bank sentral untuk terus memangkas suku bunga meskipun inflasi melonjak.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh kantor berita Reuters pada sejumlah ekonom, mereka memperkirakan bank sentral Turki akan menurunkan suku bunga utamanya dari 15 persen menjadi 14 persen pada 16 Desember mendatang. Ini akan menjadi pemotongan keempat dalam beberapa bulan.

Presiden Erdogan berpendapat bahwa suku bunga yang lebih rendah akan meningkatkan ekspor, investasi, dan pekerjaan di Turki. Tetapi banyak ekonom mengatakan penurunan suku bunga itu bukan langkah yang benar.

Bulan lalu, tingkat inflasi Turki mencapai 21,7 persen.

2 dari 2 halaman

Warga Turki Keluhkan Penurunan Nilai Uang

Wartawan BBC di Istanbul, yakni Victoria Craig mengatakan bahwa sopir taksi, penjual makanan, dan pelanggan hotel semuanya mengungkapkan keterkejutan dan kemarahan karena mereka melihat nilai uang di kantong mereka turun dari hari ke hari.

Biasanya, bank sentral Turki menaikkan suku bunga untuk menekan kenaikan harga, tetapi Erdogan menyebut cara itu sebagai "ibu dan ayah dari segala kejahatan".

Meskipun bank telah berusaha untuk meningkatkan nilai lira dengan menggunakan cadangan dolar untuk membeli mata uang, analis mengatakan cara tersebut tidak memiliki cukup daya untuk menghentikan penurunan.

"Kami ragu bahwa intervensi atau neraca berjalan yang seimbang akan efektif dalam menstabilkan mata uang," kata bank investasi Morgan Stanley dalam sebuah catatan.

Ditambahkan juga bahwa cadangan bank sentral yang relatif tipis berarti intervensi bisa menjadi kontra-produktif.