Sukses

YLKI Sebut Kebijakan Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tak Konsisten

Pemerintah memastikan akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok pada 2022.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok pada 2022. Hal ini langsung mengundang banyak respon, salah satunya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau 12 persen mulai tahun depan hanya sebatas tukar guling kebijakan.

Kebijakan yang dimaksud yakni pelaksanaan PP 109 tahun 2012 tentang instrumen pengendalian konsumsi rokok.

"Saya melihat ini seperti tukar guling policy, satu sisi pemerintah menaikan cukai rokok tetapi tidak menjalankan kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang ada dalam PP 109 tahun 2012," ungkap Tulus dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (14/12/2021).

Tulus juga menyoroti kebijakan yang dilakukan para menteri yang bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menurunkan prevalensi perokok anak hingga 8,83 persen.

Bahkan pada awal Desember 2021 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita baru saja meresmikan pabrik rokok elektrik di Karawang, Jawa Barat.

"Pemerintah baru-baru ini meresmikan pabrik rokok elektrik terbesar, ini sudah jadi komit politik. Ironis, kok investasi di barang beracun hingga Rp 8,7 triliun," kata dia.

Artinya, saat ini terjadi tumpang tindih kebijakan. Satu sisi ingin mengurangi prevalensi perokok anak, di sisi lainnya malah memberikan dukungan terhadap industri rokok elektrik yang identik dengan perokok kalangan anak muda.

"Jadi sekarang ini kita kaya dikasih permen yang sudah senang tapi faktanya malah tidak sejalan dengan tujuan pengendalian konsumsi tembakau," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Belum Efektif

Selain itu kenaikan tarif cukai ini dinilai belum efektif karena dari sisi pemasaran produk masih menyisakan banyak masalah. Harga yang diatur Kementerian Keuangan hanya untuk rokok per bungkus isi 20 batang. Sementara tidak ada aturan untuk industri rokok untuk mengatur jumlah batang rokok per bungkus.

Akibatnya, tidak sedikit produsen yang memutar otak agar harga rokok per bungkus lebih murah dengan mengurangi jumlah batang rokok dalam satu kemasan. Celah yang dimanfaatkan ini membuat harga rokok yang dijual menjadi lebih terjangkau dari ketentuan yang dibuat pemerintah.

"Jadi di sisi retail masih murah, mana ada barang kena cukai yang harganya semurah permen. Hanya satu di dunia (ada di Indonesia)," kata dia.

Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah membuat kebijakan menjual rokok batangan atau ketengan. Cara ini dinilai akan membuat masyarakat kalangan tertentu, utamanya perokok anak atau remaja sulit mendapatkan akses terhadap rokok. Sebab saat ini, rokok bisa dibeli karena harganya masih terjangkau dengan uang saku anak-anak.

"Rokok di kita ini sangat murah dan aksesnya mudah, kenaikan tarif cukai akan efektif kalau di backup dengan kebijakan pengendalian rokok," kata dia.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com