Liputan6.com, Jakarta Tahun depan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok mengalami kenaikan rata-rata 12 persen. Kenaikan tersebut sebagai upaya pengendalian prevalensi perokok anak dan karena memiliki banyak dampak negatif.
Sayangnya, Chief Strategist of Center for Indonesia Strategi Development Initiatives (CISDI), Yurdhina Meilissa menilai kenaikan 12 persen tersebut masih belum bisa menutupi dampak negatif yang disebabkan, khususnya untuk sektor kesehatan.
Baca Juga
"Kita rugi hampir Rp 27,7 triliun akibat rokok dan hal ini diaminkan oleh Ibu Menteri Keuangan," kata Meilissa dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Advertisement
Dia mengatakan selama ini pemerintah mendesain kebijakan pengendalian konsumsi tembakau dengan basis kompromi. Salah satu yang menjadi pertimbangan pemerintah yakni pendapatan cukai hasil tembakau yang berkontribusi untuk pendapatan negara.
Namun dalam perjalanannya tidak semua hasil cukai masuk kas sektor kesehatan. Dalam hitungannya, maksimal dana hasil cukai yang digunakan untuk kesehatan hanya sekitar Rp 7 triliun.
Angka ini terlalu sedikit dari total kerugian negara yang hampir Rp 27,7 triliun. Apalagi sebagian besar kerugian ini ditanggung BPJS Kesehatan.
"Sebagian besar atau 50 persen kerugian tersebut juga ditanggung BPJS, lembaga yang selalu merugi," kata dia.
Untuk itu dia menilai penting bagi semua pihak menekan konsumsi produk-produk hasil tembakau. Sehingga tidak perlu banyak mengeluarkan biaya untuk menanggung penyakit akibat merokok. Sebaliknya dana tersebut bisa digunakan hal-hal yang lebih penting.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peningkatan Konsumsi Rokok Bikin Biaya JKN Makin Besar
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsumsi rokok menyebabkan beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan biaya ekonomi yang besar. Dia mencatat, biaya kesehatan akibat merokok mencapai Rp17,9 triliun hingga Rp27,7 triliun setahun.
"Dari total biaya ini, Rp10,5 triliun hingga Rp15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12).
Artinya 20-30 persen dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahunnya sebesar Rp 48,8 triliun adalah untuk membiayai perawatan akibat rokok.
Kemudian, biaya ekonomi dari kehilangan tahun produktif dalam hal ini sangat tinggi. Penyakit yang disebabkan merokok tadi menyebabkan mereka tidak produktif dan berdasarkan survei Balitbangkes tahun 2017, diestimasi konsekuensinya sebesar Rp 374 triliun di tahun 2015.
Â
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement