Sukses

4 Langkah Kemenkeu Capai Tujuan UU HKPD

UU HKPD menjadi bentuk nyata reformasi secara total pemerintah mengelola transfer ke daerah sehingga berdampak sekaligus mendorong APBD lebih berkualitas.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) menjadi undang-undang (UU HKPD) pada 7 Desember 2021. Penetapan ini menjadi bentuk reformasi tata kelola keuangan pemerintah.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti menjelaskan, UU HKPD adalah bentuk reformasi tata kelola transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah. Undang-Undang ini diharapkan bisa menjadikan pengelolaan APBD jadi lebih berkualitas.

“UU HKPD ini suatu reformasi secara total bagaimana kita mengelola transfer ke daerah. Bagaimana bisa berdampak sekaligus mendorong APBD lebih berkualitas,” ujar Astera dalam konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (15/12/2021).

Asal usul penyusunan UU HKPD adalah keinginan meningkatkan kapasitas fiskal daerah. Selain itu, pemerintah juga ingin meningkatkan kualitas belanja daerah ditambah dengan harmonisasi kebijakan fiskal daerah-daerah.

Melalui UU HKPD terbentuk penguatan desentralisasi dengan adanya perbaikan kualitas output dan outcome layanan serta pemerataan layanan dan kesejahteraan.

“Alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui HKPD yang transparan dan akuntabel yang terdiri dari empat pilar. Empat pilar tersebut yakni ketimpangan vertikal dan horisontal yang menurun, peningkatan kualitas belanja daerah, penguatan local taxing power, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah," jelas Astera.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

4 Strategi Mewujudkan Tujuan UU HKPD

Untuk mewujudkan tujuan UU HKPD tersebut, Kemenkeu telah merumuskan empat strategi pencapaian tujuan. Strategi pertama adalah menguatkan sistem perpajakan daerah dengan mendorong kemudahan berusaha di daerah, mengurangi retribusi atas layanan wajib, opsen perpajakan daerah antara provinsi dan kabupaten/kota, serta basis pajak baru.

“Disini kita gabungkan objek-objek pajak yang sejenis dengan harapan collection dan administrative cost-nya lebih baik,” jelas Astera.

Strategi kedua adalah meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal dengan reformulasi DAU, DBH yang berkeadilan, DAK yang fokus untuk prioritas nasional, hingga sinergi pendanaan lintas sumber pendanaan.

"Disesuaikan dengan karakteristik daerah. Misalnya daerah dengan penduduk yang sedikit atau daerah basis wisata,” jelasnya.

Selanjutnya, strategi ketiga, meningkatkan kualitas belanja daerah melalui penguatan disiplin dan sinergi belanja daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah, hingga TKD yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik.

Strategi terakhir adalah melakukan harmonisasi belanja pusat dan daerah melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, pengendalian defisit APBD hingga refocusing APBD dalam kondisi tertentu. "Daerah itu banyak yang tidak mau bikin APBD perubahan, nah ini akibatnya banyak belanja-belanja yang akhirnya banyak terhambat,” tandas Astera.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com