Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, tegas menolak revisi upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Revisi UMP DKI Jakarta dengan kenaikan sebesar 5,1 persen menjadi Rp 4,6 juta tersebut dianggap telah menyalahi ketetapan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Utamanya dalam menerapkan program jaring pengaman sosial atau social safety net.
Baca Juga
"Maka upaya penetapan upah minimum jadi social safety net jadi sulit dilaksanakan, terutama pada struktur skala upah," keluh Hariyadi dalam sesi teleconference, Senin (20/12/2021).
Advertisement
Menurut dia, pembayaran gaji sesuai upah minimum provinsi berlaku bagi fresh graduate atau para pencari kerja baru yang masih nol pengalaman. Jika kenaikan UMP DKI jadi diterapkan, otomatis pengusaha akan mencari pekerja yang lebih berpengalaman.
"Sebagaimana diketahui, UMP adalah upah untuk pekerja yang baru mulai bekerja, atau nol pengalaman. Bisa dibayangkan, dalam penerapan ini masih gunakan konsep lalu upah rata-rata, maka ruang berlakukan upah struktural jadi sulit. Ini jadi satu masalah juga," ungkapnya.
"Ini juga akan timbulkan risiko yang besar untuk pencari kerja yang baru. Maka kesempatan pekerja pemula sulit, karena upah besar sehingga pengusaha cari yang berpengalaman," ujar Hariyadi.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tentang Revisi UMP DKI Jakarta
Oleh karenanya, pengusaha yang berkumpul dalam Apindo dan Kadin Indonesia punya sikap yang sama, yakni menentang revisi kenaikan UMP DKI Jakarta.
"Pertama, kita minta Kementerian Ketenagakerjaan berikan sanksi pada kepala daerah yang melanggar aturan pengupahan, karena ciptakan iklim tidak kondusif pada ekonomi nasional," tegas dia.
Advertisement