Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan atau Menko Luhut buka suara terkait alotnya eksekusi megaproyek industri hijau Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI) di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Dia menyebut, hal itu didasarkan pada permasalahan yang terjadi layaknya antara telur dan ayam yang tak kunjung usai.
"Pengembangan (investasi) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) ini bukanlah hal yang mudah. Setelah kami mempelajari permasalahan dihadapi adalah permasalahan antara telur dan ayam," ujarnya dalam acara Groundbreaking Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI) di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Selasa (21/12/2021).
Advertisement
Menko Luhut menerangkan, selama ini, pihak investor di kawasan industri yang memasuki wilayah tersebut hanya bersedia berinvestasi jika pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sudah di bangun.
Sementara itu, investor di proyek PLTA hanya bersedia membangun jika sudah ada kepastian atau jaminan dari pembeli listriknya. "Dan (permasalahan) ini terus berputar-putar. Jadi, akhirnya pembangunannya tidak maju-maju," tekannya.
Alhasil, eksekusi megaproyek industri hijau tersebut sempat terkatung-katung. Menyusul, belum adanya kesiapan investor yang bersedia membangun.
"Saya masih ingat, tahun 2015 mengenai rencana pengembangan industri wilayah ini namun sampai 2018 saya melihat tidak ada pengembangan signifikan. Hanya perpanjangan izin saja dari tahun ke tahun," bebernya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pelaksanaan PPKM Darurat belum optimal, Menko Marves sekaligus Koordinator PPKM, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan permintaan maaf. Pemerintah masih evaluasi soal perpanjangan PPKM Darurat.
Butuh Keberanian
Oleh karena itu, lanjut Menko Luhut, dibutuhkan suatu keberanian tinggi untuk melakukan eksekusi. Terutama kemampuan finansial yang besar untuk merealisasikan kawasan industri wilayah Kalimantan Utara.
"Karena hanya untuk PLTA kami memperkirakan USD 10 sampai USD 12 miliar, belum lagi lainnya," ungkapnya
Selain itu, campur tangan kepala negara juga dinilai perlu untuk memberi kepastian bagi investor
"Itu perlu keputusan politik presiden yang memberikan dukungan sepenuhnya untuk proyek ini," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement