Liputan6.com, Jakarta Menkopolhukam Mahfud MD mengancam akan mempidanakan obligor atau debitur eks penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mengabaikan kewajiban utangnya pada negara.
Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI ini pun mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya berkelanjutan untuk memastikan pengembalian hak tagih negara melalui serangkaian upaya hukum, seperti pemblokiran, penyitaan, dan penyanderaan aset debitur/obligor.
Baca Juga
"Bahkan juga akan disertai sanksi-sanksi administratif dan keperdataan pada saatnya nanti kalau sudah pada tahapan tertentu, bahkan juga tidak tertutup kemungkinan pidana jika terjadi penggelapan, pemalsuan dan pengalihan terhadap barang-barang yang sudah diserahkan kepada negara," tuturnya dalam sesi teleconference, Kamis (23/12/2021).
Advertisement
Salah satu obligor BLBI yang kini tengah jadi incaran utama adalah pemilik Grup Texmaco, Marimutu Sinivasan. Sebab, pemerintah mengklaim obligor tersebut punya utang kepada negara hingga mencapai Rp 29 triliun.
Bukannya dibayarkan, utang tersebut justru ditutup-tutupi oleh sang obligor. Padahal, berdasarkan Akta Kesanggupan Nomor 51 Tahun 2005, pemilik Grup Texmaco disebut sudah mengakui jika perusahaannya punya utang BLBI senilai Rp 29 triliun kepada negara.
"Tahun 2005, kembali pemilik dari Grup Texmaco mengakui utangnya kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51, dimana pemilik menyampaikan bahwa pemerintah untuk membayar hak tagih kepada Texmaco sebesar Rp 29 triliun berikut jaminannya, akan dilakukan operating company, dan melalui holding company yang dianggap masih baik," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Plus, akan membayar tunggakan L/C (Letter of Credit) yang waktu itu sudah diterbitkan pemerintah untuk perusahaan tekstilnya sebesar USD 80,570 juta dan Rp 69 miliar," terang dia.
Â
Selanjutnya
Pada waktu itu, Sri Mulyani menambahkan, pemilik Grup Texmaco juga menyatakan dalam Akta Kesanggupan Nomor 51 tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah. Tapi kenyataannya justru berkebalikan.
"Malah justru melakukan gugatan ke pemerintah, dan yang kedua menjual aset-aset yang dimiliki operating companies yang tadinya punya kewajiban membayar Rp 29 triliun, dan justru menjualnya," keluh Sri Mulyani.
Dalam berbagai publikasi di media massa, ia menceritakan, pemilik Grup Texmaco juga mengatakan utang kepada pemerintah hanya Rp 8 triliun. Padahal, Akta Kesanggupan sudah menunjukan memiliki utang Rp 29 triliun plus USD 80,5 juta.
"Dan tentu karena L/C-nya yang diterbitkan Bank BNI tidak dibayarkan juga. Jadi dalam hal ini pemerintah sudah berkali-kali memberikan ruang, namun tidak ada sedikitpun ada tanda-tanda melakukan itikad untuk membayar," seru Sri Mulyani.
Advertisement