Sukses

Sanksi Bagi Wajib Pajak Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II

Pemerintah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan aset atau kekayaan yang belum dilaporkan melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) mulai 1 Januari 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan aset atau kekayaan yang belum dilaporkan melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) mulai 1 Januari 2022.

Kesempatan tersebut diberikan kepada masyarakat yang sudah mengikuti program Tax Amnesty tahun 2016 namun belum mengungkapkan sepenuhnya dan bagi yang belum pernah mengikuti program sebelumnya.

Dalam program ini pemerintah hanya memberikan kesempatan selama 6 bulan hingga 30 Juni 2022. Bila hingga batas waktu tersebut masih ada yang belum melaporkan, maka akan ada sejumlah sanksi yang dikenakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah akan memberikan sanksi bagi Wajib Pajak tidak mengungkap harta lainnya yang belum diungkap saat mengikuti program Tax Amnesty tahun 2016 lalu.

"Sampai PPS berakhir jika masih ada harta yang belumdiungkapkan pada saat mengikuti TA 2016 dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 25 persen (Badan), 30 persen (OP), dan 12,5 persen (WP tertentu) ditambah sanksi 200 persen," kata Neil dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (27/12).

Neil menjelaskan sanksi 200 persen yang dimaksud telah sesuai dengan Pasal 6 ayat (5) Klaster PPS. Dalam ayat tersebut disebutkan Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan PPS Kebijakan I tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Jika Ditjen Pajak menemukan aset yang belum atau kurang diungkap oleh Wajib Pajak yang tidak mengikuti PPS Kebijakan I atau mengikuti PPS kebijakan I namun tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak diterbitkan surat keterangan oleh DJP, maka akan dikenai sanksi sebesar 200 persen sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Sanksi Baru Pertama Ikut PPS

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang baru pertama kali mengikuti PPS namun melaporkan hartanya sebagian, juga akan dikenakan sanksi. Bila masih ada harta yang tidak diungkapkan dalam SPPH, maka dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 30 persen.

Hal ini sebagaimana Pasal 11 ayat (2) UU HPP. Ditambah sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan (KUP).

Sanksi juga diberikan kepada peserta PPS Kebijakan I yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu yang ditentukan. Sanksinya berupa pengenaan tambahan PPh Final.

Sanksi juga diberikan kepada peserta PPS Kebijakan I yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu yang ditentukan. Sanksinya berupa pengenaan tambahan PPh Final.

Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Begitu juga dengan peserta PPS kebijakan II yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi tambahan PPh Final.

 

Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Sebagai informasi, Pemerintah memiliki dua kebijakan dalam pelaksanaan PPS tahun 2022. PPS Kebijakan I, menargetkan peserta Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) dan Badan peserta Tax Amnesty (TA). Pada kebijakan ini basis pengungkapan harta terhitung per 31 Desember tahun 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti program Tax Amnesty.

Adapun tarif yang ditetapkan yakni 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri. Lalu 8 persen untuk harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Serta 6 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam bentuk SBN atau hilirisasi SDA atau energi baru terbarukan.

Sementara itu, PPS Kebijakan II menyasar pada Wajib Pajak orang pribadi (OP). Basis pengungkapan harta perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.

Adapun tarif yang dikenakan yakni 18 persen untuk harta deklarasi luar negeri, 14 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Serta 12 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri dalam bentuk SBN atau hilirisasi SDA/energi baru terbarukan.