Sukses

Proses Pindah Ibu Kota Negara Masih Belum Jelas, Berikut Fakta-faktanya

Pemerintah terus menggencarkan program pemindahan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menggencarkan program pemindahan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Mengacu pada Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), ibu kota baru ini rencananya akan dipindahkan secara bertahap mulai semester I 2024.

"Pemindahan status Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta ke IKN dilakukan pada semester I tahun 2024 dan ditetapkan dengan Peraturan Presiden," bunyi Pasal 3 RUU IKN, Selasa (28/12/2021).

Meski IKN nantinya akan bertempat di Kaltim, namun status DKI Jakarta sebagai ibu kota negara belum akan dicabut sebelum ada Peraturan Presiden (Perpres) yang membawahinya.

Begitu pun kantor pusat kementerian/lembaga dan kedutaan besar perwakilan negara sahabat, yang secara bertahap baru akan berpindah dan bertugas di IKN baru saat Perpres dikeluarkan.

"Pada tanggal diundangkan Peraturan Presiden tentang Pemindahan Status Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke IKN, seluruh Lembaga Negara secara resmi berpindah kedudukannya dan mulai menjalankan tugas, fungsi, dan perannya secara bertahap di IKN," terang Pasal 21 ayat (1).

Sebagai catatan, pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kaltim bukan hanya keputusan Presiden semata. RI 1 perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan DPR untuk proses penetapan RUU IKN jadi aturan perundang-undangan yang sah. Hal itu dikonfirmasi Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy S Prawiradinata.

"Semua pembangunan fisik di ibu kota negara akan dimulai dengan harus nunggu UU IKN," kata Rudy kepada Liputan6.com. Menurutnya, masterplan proyek ibu kota baru kini sudah selesai, dan tinggal dilakukan penyesuaian dengan tata ruang yang ada di lapangan.

Senada, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian menyatakan, segala pembangunan infrastruktur IKN di Kalimantan Timur masih menunggu RUU IKN dituntaskan DPR.

"Kita tunggu Undang-Undang IKN-nya, kendati demikian kita tetap lakukan persiapan. Sekarang kita melakukan persiapan, kalau UU IKN itu jadi sehingga kita bisa bergerak," ungkap Hedy.

Namun begitu, pemerintah telah menyiapkan berbagai skenario untuk bisa membangun proyek IKN di Kalimantan Timur. Berikut fakta-faktanya:

Dana Rp 466 Triliun dari Pajak

Pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur (Kaltim) diperkirakan akan menyedot dana hingga Rp 466 triliun. Merujuk pada RUU IKN Pasal 24 ayat (1), salah satu sumber pembiayaannya akan berasal dari APBN.

Namun, APBN murni saja tidak cukup. Pemerintah juga membuka opsi sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya berasal dari pungutan pajak atau pungutan khusus IKN sebagai sumber ongkos konstruksi proyek ibu kota baru.

"Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintahan Khusus IKN dapat melakukan pemungutan pajak dan/atau pungutan khusus IKN," bunyi Pasal 24 ayat (2) RUU IKN, dikutip Sabtu (23/10/2021).

Pada bagian penjelasan diterangkan, yang dimaksud dengan pajak tersebut merupakan pajak yang berlaku khusus untuk IKN. Sedangkan yang dimaksud dengan pungutan adalah termasuk jenis-jenis retribusi yang berlaku khusus untuk IKN.

"Pajak dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak dan pungutan khusus IKN," tulis Pasal 24 ayat (3).

Secara pengertian, pemberlakuan pajak dan retribusi daerah secara mutatis mutandis termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan mengenai objek, subjek, wajib pajak/retribusi, dasar pengenaan, dan tarif pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan proyek IKN di Kaltim ini nantinya bakal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan diatur dalam Peraturan Pemerintah," bunyi Pasal 24 ayat (4).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Bakal Dipimpin Kepala Otorita

Pemerintah ingin ibu kota negara baru tidak dipimpin oleh seorang gubernur yang diseleksi lewat pemilihan kepala daerah, tapi oleh Kepala Otorita Ibu Kota Negara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung beberapa nama calon Kepala Otorita IKN, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok beserta tiga nama lain dengan latar belakang berbeda. Diantaranya Menristek terakhir Bambang Brodjonegoro, pengusaha sapi Tumiyana, hingga Bupati Banyuwangi Azwar Anas.

"Namanya kandidat memang banyak. Satu, pak Bambang Brodjonegoro, dua pak Ahok, tiga pak Tumiyana, empat pak Azwar Anas. Cukup," ujar Jokowi.

Merujuk Pasal 9 UU IKN, dituliskan bahwa penunjukan hingga pemberhentian Kepala Otorita IKN hingga sang wakil nantinya bakal jadi wewenang seorang presiden.

"Pemerintahan Khusus IKN dipimpin oleh Kepala Otorita IKN dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden," bunyi Pasal 9.

Adapun Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otorita IKN kelak kan memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya, juga dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.

"Kepala Otorita IKN dan/atau Wakil Kepala Otorita IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir" tulis Pasal 10 ayat (2).

 

3 dari 3 halaman

Dilirik Uni Emirat Arab

Menteri Investasi/Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Bahlil Lahadalia memperkirakan, Uni Emirat Arab (UEA) bakal ikut mendanai proyek IKN lewat gelontoran investasi senilai USD 10 miliar, atau setara Rp 144 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS).

Bahlil menyebut, jumlah itu merupakan bagian dari komitmen investasi Uni Emirat Arab ke Indonesia dengan total nilai mencapai USD 44,6 miliar, atau setara Rp 642,2 triliun.

"Menyangkut IKN, dari USD 44,6 miliar itu ada USD 10 miliar yang akan masuk di INA, totalnya USD 18 miliar. USD 8 miliar itu sudah clear di sekitar apa saja, USD 10 miliarnya masih tentatif untuk dimasukkan ke IKN," jelas Bahlil.

Namun, dia menyampaikan, Pemerintah UEA masih harus melakukan komunikasi yang sangat intens dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan untuk bagaimana bisa mengalokasikan investasi mereka selain untuk di IKN.

"Angkanya berapa belum kita sepakati. Tetapi dari USD 44,6 miliar ini yang memungkinkan masuk ke IKN dalam USD 10 miliar itu, itu yang msh longgar sekali. Yang lain sudah ter-breakdown. Tetapi di luar angka ini ada juga yang kita lagi komunikasikan," urainya.