Liputan6.com, Jakarta - Harga pangan di berbagai daerdah di Indonesia mengalami lonjakan jelang akhir 2021. Secara rata-rata, kenaikan harga pangan mencapai 0,55 persen dari November 2021, lebih tinggi dari prediksi Bank Indonesia (BI) yang sebesar 0,49 persen pada Desember 2021.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengungkapkan bahwa pedagang pasar merasakan dampak dari kenaikan harga bahan pokok.
"Tentu (kenaikan harga) ini sangat berdampak, modal yang dikeluarkan tentunya sedikit mengingat omzet pedagang pasar yang masih belum pulih," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu (29/12/2021).
Advertisement
Reynaldi pun mengharapkan Pemerintah melakukan antisipasi terkait kenaikan harga bahan pokok untuk kedepannya.
"Harapannya agar pemerintah tidak lagi seperti pemadam kebakaran saat harga melonjak naik baru kasak kusuk, seharusnya ada strategi pangan jangka waktu ke depan guna untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan," ujarnya.
Terkait kerugian yang dihadapi pedagang pasar, pedagang melihat harga yang mahal untuk mengambil barang-barang jualan mereka.
"Kalau permintaan tinggi seharusnya mengalami keuntungan. Namun pedagang ngambil barang saja sudah mahal," ungkap Reynaldi.
Â
Baca Juga
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kerja Keras TPID
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), sekaligus Ekonom, Bhima Yudhistira melihat kenaikan harga kebutuhan pokok menahan laju pemulihan konsumsi rumah tangga khususnya kelompok menengah dan bawah.
"Semakin rendah golongan konsumsi masyarakat, pengeluaran bahan makanan semakin besar. Berdasar data BPS, komposisi garis kemiskinan dari bahan makanan mencapai 73 persen. Jadi sedikit saja harga minyak goreng dan cabai naik, yang rentan adalah masyarakat miskin yang paling terpukul. Beda dengan golongan atas yang masih punya simpanan sehingga naiknya harga kebutuhan pokok masih bisa ditolerir," kata Bhima dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (29/12/2021).
Terlebih, upah minimum hanya naik rata-rata di kisaran 1 persen tahun 2022. Banyak pekerja yang daya beli nya merosot, menurut Bhima.
Selain menahan laju pemulihan ekonomi, ia juga menyebutkan bahwa inflasi yang terlalu tinggi juga berisiko mempercepat naiknya suku bunga acuan bank.
"Kalau bunga pinjaman lebih mahal maka efeknya pengusaha yang akan kena getahnya, mau ekspansi tapi bunga mahal," jelas Bhima.
Terkait langkah yang bisa dilakukan Pemerintah, Bhima menyarankan agar stok pangan dalam negeri dipastikan cukup menjelang bulan suci Ramadhan.
"TPID perlu kerja keras memetakan risiko kebutuhan pangan di setiap daerah. Sedikit saja ada gejolak langsung dicari solusinya. Awasi juga praktik penimbunan bahan pangan impor dan penyelundupan di daerah rawan dan perbatasan," paparnya.
Advertisement