Liputan6.com, Jakarta Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai sikap pengusaha batu bara itu egois lantaran menyatakan keberatan dan menolak larangan ekspor batu bara yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Kementerian ESDM.
“Pengusaha batu bara itu berpikir secara egois, karena memang untuk kepentingan ekspor lebih menguntungkan dibandingkan untuk kepentingan dalam negeri. Sehingga kalau dilarang, mereka merasa dirugikan,” kata Tulus saat dihubungi Liputan6.com, Senin (3/1/2022).
Tulus menegaskan, memang sudah seharusnya seluruh hasil bumi dan kekayaan Indonesia harus digunakan untuk kepentingan di dalam negeri. Sehingga, ketika kepentingan nasional sangat membutuhkan maka yang diutamakan adalah kepentingan nasional.
Advertisement
“Saya kira kebijakan Pemerintah sudah tepat ekspor baru bara sebulan ke depan, kalau perlu bukan hanya sebulan ke depan. Tapi kita minta Pemerintah merevisi kebijakan ekspor batu bara secara keseluruhan, bahwa ekspor batu bara itu ketika dibutuhkan dalam negeri maka perlu dialokasikan,” tegasnya.
Indonesia memang merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia, sementara cadangan di perut bumi Indonesia hanya 2 persen saja dari total cadangan dunia yang dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri.
“Jadikan ini ironis paradoks, kita sangat khawatir kalau nanti batu bara kita habis karena jor-joran untuk ekspor, maka kita menjadi net-importer batu bara, sama halnya kek kita dulu jor-joran ekspor minyak tahun 1967, sehingga kita sekarang menjadi net importer minyak,” ucapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebijakan Ekspor Batu Bara
Tulis tidak ingin hal serupa terjadi lagi. Oleh karena itu, sudah seharusnya Pemerintah merevisi secara signifikan kebijakan ekspor batu bara yang kemudian lebih besar dialokasikan untuk kepentingan nasional.
Memang dengan larangan ekspor itu Pemerintah bisa saja dirugikan, karena devisanya berkurang dan pendapatan pajak juga berkurang. Namun, dampak tersebut dinilai lebih kecil dibanding ongkos sosial ekonomi jika pasokan listrik kekurangan batu bara.
“Jadi pengusaha batu bara mengatakan negara rugi, ya jangan memikirkan negara rugi atau untung. Tapi ini untuk kepentingan nasional. Walaupun rugi, ya masa pengusaha mikirin devisa? yang mikirin devisa itu negara,” tandas Tulus.
Advertisement