Liputan6.com, Jakarta Harga pupuk nonsubsidi di Indonesia tengah naik. Hal ini disebabkan tren harga pupuk internasional juga merangkak naik.
Pengamat pangan IPB sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santoso mengatakan harga internasional mengalami lonjakan drastis sejak Mei lalu dan terus bertahan hingga akhir tahun.
Ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain pandemi COVID-19 global dan melonjaknya harga komoditas di pasar Internasional, sehingga turut mempengaruhi harga pokok produksi pupuk di Indonesia.
Advertisement
"Harga pupuk internasional melonjak drastis, dari Mei 2021 sampai hari ini, itu kenaikan sudah tiga kali lipat untuk urea," kata Andreas kepada wartawan, Senin (3/1/2021).
Andreas menyebut seluruh pupuk yang berbasis urea seperti diamonium fosfat atau DAP yang naik 2,6 kali lipat, pun dengan amonium sulfat atau ZA.
Andreas menyampaikan kenaikan harga urea tak lepas dari meningkatnya harga gas yang naik sembilan kali lipat menjadi sekitar USD 25 per MMBTU dari yang sebelumnya sekitar USD 3 per MMBTU.
Andreas menilai harga pupuk nonsubsidi pun terkena imbas dari kondisi harga internasional. Meski begitu, Andreas menilai kenaikan harga pupuk non subsidi dalam negeri tidak setinggi harga internasional.
"Kenaikan bahan baku urea yakni gas luar biasa tinggi sehingga mendongkrak harga pupuk, sehingga harapan kita dalam beberapa bulan harga gas alam akan turun, dan kalau harga gas alam turun barangkali pupuk terutama yang berbasis nitrogen akan turun," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Momentum Ekspor
Sejatinya bagi para produsen pupuk, saat ini menjadi momen yang tepat untuk melakukan ekspor. Sebab, harga urea sudah sekitar USD 1.000 per ton.
Namun demikian, dikatakan Andreas produsen pupuk dalam negeri telah berusaha menetapkan harga yang terjangkau demi memenuhi kebutuhan pupuk para petani.
Oleh karena itu, Dirinya pun menyebut produsen pupuk tidak bisa menurunkan harga khususnya non subsidi lantaran mengacu kepada harga internasional.
"Kan harga internasional saja jauh lebih tinggi dari harga domestik, jadi tidak bisa. Memang dengan mekanisme subsidi ya paling ditingkatkan anggaran untuk pupuk subsidinya, tapi kalau dalam waktu dekat ini ya bagaimana, kalau saya usul uang dari pemerintah diberikan langsung ke petani, direct payment aja, jadi mereka bisa membeli pupuk non subsidi sehingga perusahaan pupuk juga tidak terlalu merugi," jata Andreas.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara mengatakan bahwa harga pupuk non subsidi murni mengikuti harga internasional.
"Kalau harga tinggi di pasar internasional, kemudian kita serta merta menurunkan harga meskipun masih untung itu konsekuensinya menurut saya agak rumit juga. Manajemen tidak sesederhana itu mengambil keputusan hanya dengan tujuan tertentu, nanti disangka kita menurunkan potensi keuntungan lagi, bisa jadi temuan BPK lah dan sebagainya," kata Tossin.
Selain itu, penurunan harga pupuk non subsidi dari harga internasional akan menjadi dumping. Hal itu justru berdampak tidak baik bagi para produsen.
Advertisement