Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diingatkan untuk memperketat pengawasan penyaluran solar subsidi. Langkah ini agar kuota yang ditetapkan sebesar 15,1 juta kilo liter cukup hingga akhir 2022.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kembali menugaskan PT Pertamina Patra Niaga (PPN) dan PT AKR Corporindo Tbk untuk menyalurkan 15,1 juta kl minyak solar sepanjang 2022.
Penetapan besaran kuota tersebut mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta kemampuan keuangan negara.
Advertisement
Agar tidak terjadi kelangkaan solar subsidi kedepannya, dia mengingatkan penyaluran solar subsidi harus diawasi dengan ketat, agar penggunaan BBM tersebut tepat sasaran. Sehingga kuota solar subsidi yang telah ditetapkan cukup hingga akhir 2022.
"Mungkin dengan menetapkan penggunaan kepada jenis kendaraan tertentu yakni hanya untuk kendaraan bermotor pelat nopol kuning dan maksimal roda enam saja," kata Sofyano, di Jakarta, Senin (10/1/2022).
Saat disparitas harga solar subsidi dan non subsidi sangat jauh, solar subsidi hanya dijual dengan harga Rp 5.150 per liter sementara harga solar non subsidi mencapai sekitar Rp 11 ribu per liter. Sehingga ada perbedaan harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp 5.850 per liter.
Kondisi ini mendorong terjadinya aksi penyelewengan penyuran solar subsidi, sehingga BBM tersebut digunakan oleh pihak yang tidak berhak mendapat susbidi.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2 Perusahaan Kebagian Tugas Salurkan 15,1 Juta KL Solar
Sebelumnya, BPH Migas menugaskan 2 perusahaan dalam penyediaan dan pendistribusian kuota volume penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) minyak tanah dan solar.
Kedua perusahaan tersebut yakni PT Pertamina (Persero) cq PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk.
Kuota bahan bakar minyak tertentu yang akan disalurkan terbagi menjadi Minyak Tanah (kerosene) sebesar 480.000 KL dan Minyak Solar (Gasoil) sebesar 15,1 Juta KL.
Penetapan kuota BBM ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta kemampuan keuangan negara.
"Penetapan kuota ini didasarkan kepada tiga variabel dasar perhitungan, antara lain, usulan Kebutuhan JBT Minyak Solar tahun 2022 dari Pemda, data realisasi penyaluran JBT Minyak Solar PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Tahun 2021 dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama stakeholder" ujar Kepala BPH Migas, Erika Retnowati di Jakarta, Kamis (6/1/2021).
Dalam regulasi tersebut diatur pula apabila terjadi peningkatan kebutuhan atau gangguan distribusi pada suatu daerah Kabupaten/Kota, PT Pertamina (Persero) cq PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk dapat melakukan penyesuaian kuota antarpenyalur dalam satu Kabupaten/Kota yang sama.
Hal ini sepanjang tidak mempengaruhi jumlah total kuota Kabupaten/Kota tersebut, dengan tetap berkoordinasi dengan BPH Migas dan pemerintah daerah setempat.
Advertisement