Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat bahwa lembaga keuangan menjadi sasaran utama serangan siber. Sebanyak 23 persen dari serangan siber di 2021 menyasar sektor keuangan.
"Industri keuangan, dalam hal ini perbankan, menjadi peringkat pertama dari serangan siber. Karena serangan siber mencari keuntungan berupa uang, jadi lembaga keuangan menjadi sasaran serangan utama," jelas Direktur Penelitian Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mohamad Miftah, dikutip dari Antara, Rabu (12/1/2022).
Serangan siber diperkirakan membuat kerugian hingga USD 100 miliar tahun secara global.
Advertisement
Adapun sampai September 2021, terdapat 927 juta trafik anomali atau serangan siber yang dialami oleh Indonesia. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar 495,3 juta trafik.
"Bisa jadi karena perkembangan teknologi dan perbankan juga banyak mengadopsi teknologi, kemungkinan serangan akan semakin meningkat. Ditambah penambahan nasabah yang perlu kami sadari bahwa edukasi, digital literasi harus dilakukan," ucapnya.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Antisipasi
Menurutnya baik pelaku industri keuangan maupun nasabah harus bersama-sama mengantisipasi serangan siber.
Apabila perbankan diharapkan bisa membangun sistem digital yang lebih aman, ia meminta kepada nasabah untuk tidak membagikan data pribadi di media sosial, kode OTP, dan membuat password yang berbeda untuk masing-masing platform digital.
"Dari industri harus memperkuat sistem digital dan pengguna harus aware terhadap risiko dari menggunakan transaksi digital," imbuhnya.
Advertisement