Sukses

Jurus Ampuh Biar Rasio Pajak Indonesia Bisa Tumbuh 12 Persen

Penerimaan perpajakan di Tanah Air dinilai mempunyai masalah mendasar dalam tax ratio yang masih rendah

Liputan6.com, Jakarta Penerimaan perpajakan di Tanah Air dinilai mempunyai masalah mendasar dalam tax ratio atau rasio pajak yang masih rendah. Tax ratio adalah perbandingan penerimaan pajak dibandingkan dengan total produk domestik bruto (PDB).

Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani mengatakan, pada tahun 2021, kisaran tax ratio Indonesia hanya menyentuh angka 8 peren. Sementara target tahun 2022 dipatok kisaran 9 persen.

"Pemerintah harus membuat terobosan dan political will agar tax ratio bisa mencapai kisaran 12 persen dalam waktu yang cepat," kata dia kepada merdeka.com, Minggu (15/1).

Ajib melihat, penerimaan pajak ini menjadi penopang utama struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satunya dengan mendorong penguatan kelembagaan perpajakan dan penguatan data yang valid dan terintegrasi.

Memotret data fiskal pada 2021, dia melihat masih ada masalah penerimaan pajak tahun 2021. Data pada akhir Desember 2021 menunjukkan bahwa penerimaan pajak sebesar Rp1.277,5 triliun dari target awal Rp1.229,6 triliun. Artinya penerimaan bisa over target dengan mencapai 103,9 persen.

"Pencapaian ini sangat positif, tetapi perlu dikritisi dengan baik bahwa pola pencapaian ini cenderung tidak sustain," kata Ajib.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Penerimaan Pajak

Menurutnya, pencapaian itu tidak menjadi keberlanjutan karena penerimaan ini ditopang oleh pajak yang Ditanggung Pemerintah (DTP), sebesar Rp63,16 triliun, sesuai data per 28 Desember 2021. Pajak DTP ini berarti secara riil tidak pernah secara cash masuk ke neraca keuangan negara.

"Pencatatan penerimaan pajak ini atas PPN, PPh 21, PPh final UMKM, PPh 22 impor dll, dari kebijakan kondisi pandemi yang ada. Pola penerimaan ini tidak bisa dijadikan tren dan cenderung tidak sustain menjelang berakhirnya penyuntikan dana covid-19 melalui instrumen hutang negara," kata Ajib.

Atas dasar itu, pemerintah harus membuat terobosan dan regulasi yang kuat, agar program penyelamatan keuangan negara melalui reformasi fiskal bisa berjalan dengan baik. "Kondisi pandemi sudah selesai di depan mata, justru penyelematan fiskal ini memasuki babak baru," katanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com