Sukses

Indonesia Punya 128 Cekungan Migas, tapi Baru 20 yang Beroperasi

Sebanyak 27 cekungan migas sudah masuk dalam fase pengeboran dan discovery (temuan).

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat sejumlah potensi minyak dan gas (migas) di Indonesia sebanyak 128 cekungan atau basin. Namun, hingga saat ini baru 20 cekungan yang beroperasi.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan 20 cekungan itu masih beroperasi mengacu data per 31 Desember 2021. Namun, kata dia, sisanya masih dilakukan langkah-langkah awal seperti pengeboran.

“Baru sekitar 20 basin yang masih beroperasi dari masih banyak yang bisa dioptimalkan,’ katanya dalam konferensi pers, Senin (17/1/2022).

Ia menyampaikan, sebanyak 27 cekungan masuk dalam fase pengeboran dan discovery (temuan). Namun sebelum dioperasikan masih perlu melalui proses penghitungan nilai keekonomian.

“Sebanyak 27 basin pengeboran dan adanya discovery (temuan) dan masih ada hitung-hitungan untuk masuk ke Plan of Development dari tingkat keekonomian, untuk 12 basin sudah dibor tapi tidak ada discovery, dan masih ada 69 basin belum dilakukan pengeboran jadi belum selesai,” katanya.

“ini adalah potensi yang bisa kita lihat kedepan, dari pemerintah sendiri sudah tetapkan strategi untuk kejar 1 juta barel per hari,” imbuhnya.

informasi, cadangan terbukti minyak Indonesia mencapai angka 2,36 miliar barel. Sementara untuk gas, cadangannya mencapai 42,93 triliun kaki kubik (TCF).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Realisasi Lifting Migas

Sementara itu, Dwi memaparkan capaian SKK Migas mencatatkan realisasi sebesar 93,7 persen dari target lifting minyak di 2021. Sementara itu, realisasi gas sendiri telah mencapai 5.501 MMSCFD atau 97,6 persen dari target sebesar 5.638 MMSCFD di 2021.

“Produksi migas ini saya kita di 2021 kita masih mengalami tekanan untuk di minyak ada di 660 ribu barel per hari rata-rata setahun, ini masih di bawah 2020 dan kita targetkan di 2022 upaya kita untuk tetap menaikkan (produksi),” katanya.

Dwi menjabarkan sejumlah kendala yang dihadapinya yang jadi pengaruh menurunnya produksi minyak tersebut. Misalnya adanya low entry point pada awal tahun yang menyebabkan penekanan terhadap produksi minyak sebesar 20 ribu BOPD.

“Ketika masuk 2021 ada tekanan dari pandemi sebesar 20 ribu barel per hari dan dari unplanned shutdown sebesar 9,1 ribu BOPD, adanya delay pengaruhi 20,4 ribu BOPD dan delay field onstream 4,8 ribu BOPD,” terangnya.