Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Ibu kota Negara (IKN) tengah dibahas di DPR RI. Harapannya, RUU ini akan disahkan menjadi UU pada akhir bulan ini.
Namun demikian, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) untuk disahkan sebagai Undang-Undang. Alasannya, RUU tersebut berpotensi bisa menimbulkan masalah di kemudian hari karena ini bagian dari ide pemindahan ibukota negara dari DKI Jakarta.
"Secara resmi menyatakan menolak RUU Ibu Kota Negara (IKN) untuk dilanjutkan ke tahapan proses berikutnya. PKS melihat gagasan pemindahan IKN memuat potensi masalah baik formil maupun substantif," kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Advertisement
Dia menjelaskan secara formil prosedural, materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN mengandung berbagai permasalahan konstitusionalitas.
Fraksi PKS melihat konsep ibu kota baru yang dirancang sebagai wilayah setingkat provinsi administratif. Hal ini tidak sejalan dengan konsep negara kesatuan dalam pasal 1 ayat 1 dan pasal 18 UUD 1945. Termasuk dengan konsensus nasional 4 pilar kebangsaan.
"Konsep provinsi administratif dalam RUU IKN menempatkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh otorita IKN dimana pengisian jabatan kepala Otorita IKN dilakukan melalui penunjukkan oleh presiden," tutur Mardani.
Penyelenggaraan pemerintahan IKN melalui otorita IKN harus dikaji lagi. Sebab konstitusi dalam pasal 18 ayat 3 dan 18 ayat 4 UUD 1945 hanya mengenal kelembagaan Gubernur dan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah tingkat provinsi.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembahasan Terlalu Singkat
Mardani juga menyoroti proses pembahasan RUU IKN yang dibahas dalam waktu singkat. Dia menyebutkan panitia khusus (pansus) yang dibentuk di tingkat legislatif dibentuk dalam waktu singkat.
Dia khawatir bila RUU ini disahkan akan ada masalah-masalah yang seharusnya bisa diselesaikan namun terabaikan. Baik dalam hal penyerapan aspirasi di masyarakat maupun partisipasi masyarakat menjadi hal yang esensial.
"Dengan pembahasan yang cepat, waktu yang terbatas amat berpotensi mengalami kelemahan-kelemahan," kata dia.
Dia menambahkan, pembahasan yang tergesa-gesa, tidak cermat terhadap substansi strategis dan berdampak besar pada publik serta negara akan amat berisiko. Seharusnya, kata Mardani Pemerintah belajar dari gugatan UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi yang berakhir dengan putusan untuk diperbaiki.
"Putusan MK belum lama ini menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan peraturan pembentukan perundang-undangan," kata dia.
Sebagai informasi, saat ini sedang berlangsung Rapat Paripurna DPR RI ke-13 dengan agenda Pengambilan Keputusan atas RUU IKN. Dalam acara ini Menteri Keuangan Sri Mulyani dijadwalkan hadir secara fisik mewakili pemerintah dalam acara tersebut.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement